Kementerian BUMN Pasrah Soal Merpati
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian BUMN mengaku pasrah soal nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) dan menyerahkan sepenuhnya kepada manajemen upaya penyelamatan perusahaan dari keterpurukan akibat beban utang perusahaan yang mencapai sekitar Rp 6,7 triliun.
"Penyelesaian Merpati kami serahkan sepenuhnya kepada manajemen. Masalahnya, semua cara sudah dijalankan, apakah berhasil atau tidak terserah kepada manajemen," kata Deputi Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Kementerian BUMN, Wahyu Hidayat di Kantor Kementerian BUMN Jakarta, Senin (3/1).
Menurut Wahyu, pemerintah sudah menempuh beragam cara penyelamatan Merpati, namun hingga kini belum membuahkan hasil yang diinginkan pemegang saham.
Saat ini Merpati dalam kondisi semakin mengenaskan akibat defisit kas perusahaan, penghentian operasi sejumlah rute penerbangan, tunggakan asuransi, hingga tunggakan biaya gaji karyawan.
Ia membeberkan penanganan restrukturisasi Merpati sudah dilakukan sejak tahun 2005 dengan menyuntik dana dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 75 miliar, kemudian pada tahun 2006 PMN sebesar Rp 450 miliar.
Selanjutnya pada 2008 mendapat alokasi dana restrukturisasi dan revitalisasi sebesar Rp 300 miliar, kemudian tahun 2010 mendapat dana subloan agreement (SLA) sebesar Rp 2 triliun untuk pembelian 15 unit pesawat MA-60.
Wahyu yang juga pernah menangani Merpati pada tahun 1995-1998 ini menambahkan, pada tahun 2011 perusahaan kembali mendapat PMN sebesar Rp 560 miliar.
Namun pada tahun 2012, permintaan PMN Merpati sebesar Rp200 miliar urung dipenuhi karena pemerintah memutuskan tidak lagi menyuntik perusahaan tersebut.
"Pada dasarnya kita sudah capek soal Merpati. Jangan pula dikira gampang menyelesaikannya," ujar Wahyu.
Investor Baru
Menurut Wahyu Hidayat, opsi penangangan Merpati sudah lebih dari cukup mulai dari menyuntik dana, pemindahan kantor operasional ke Makassar, lewat konversi utang, hingga mencari investor baru.
Untuk menyelamatkan Merpati, saat ini manajemen mengundang dua perusahaan mitra kerjasama operasional (KSO) sebagai investor, PT Bentang Persada Gemilang dan PT Amagedon Indonesia.
Kedua perusahaan tersebut akan membentuk anak usaha baru bernama PT Merpati Aviation Service untuk selanjutnya menangani bisnis Merpati.
Selain itu, Merpati juga menempuh opsi lainnya yaitu melepas dua anak usaha yaitu PT Merpati Maintenance Facilities (MMF) dan PT Merpati Training Center (MTC) kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Persero untuk dicarikan investor.
"Masalahnya PPA yang ditugasi melakukan restrukturisasi Merpati tersebut hingga kini juga belum mendapat dana PMN dari Kementerian Keuangan," ujar Wahyu.
PPA dalam operasionalnya menangani restrukturisasi mengusulkan dana PMN sebesar Rp 2 triliun, namun hingga akhir 2013 belum kunjung cair.
PPA pada dasarnya sudah mendapat surat kuasa untuk menata Merpati, dan dalam UU APBN pada tahun 2013 sudah disetujui mendapat modal Rp 2 triliun.
"Dana PPA sebesar Rp 2 triliun sebenarnya akan digunakan sekitar Rp 750 miliar untuk restrukturisasi Merpati. Tapi, kalau Kementrian Keuangan tidak juga mencairkannya, maka `wassalam` bagi Merpati," kata dia. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Enam Manfaat Minum Air Putih Usai Bangun Tidur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Terdapat waktu-waktu tertentu di mana seseorang dianjurkan untuk me...