Kemerdekaan Siswa
Bertumpuknya bahan pelajaran tidak boleh menindas kemerdekaan siswa.
SATUHARAPAN.COM— Ujian Nasional (UN) bagi siswa-siswa SMA/SMK se-Indonesia masih berlangsung. Sekolah-sekolah pun terasa hening. Jauh dari kegaduhan, juga canda tawa, seperti biasanya. Selama tiga hari ini mereka fokus untuk menghadapi ujian terakhir di jenjang pendidikan dasar mereka sebelum menginjakan kaki di step berikutnya.
Beberapa waktu lalu, ketika saya mengajar les salah satu mata pelajaran UN, salah seorang siswa sempat curhat karena merasa stres dengan banyaknya mata pelajaran, yang mau tidak mau harus dikuasai. Dituntut untuk menghafal dari A sampai Z. Padahal dengan cara itu mereka merasa tidak nyaman. Sungguh menyiksa memang kalau dipikir-pikir. Seperti tidak ada cara lain untuk mengukur kemampuan siswa untuk menyerap ilmu pengetahuan dengan baik.
Tanpa kita sadari, sistem pendidikan Indonesia (sisdiknas) masih bersifat baku. Sudah sekian dekade tidak ada manuver signifikan. Banyaknya mata pelajaran UN membuat siswa merasa perlu menghafal, bukan memahami pelajaran itu. Tak jarang banyak siswa merasa bosan. Secara tidak langsung sistem itu mengerdilkan kreatvitas para siswa. Tidak ada ruang yang cukup untuk mengembangkan ide-ide yang terbenam dalam diri mereka.
Inilah salah satu kritikan Einstein, tercatat dalam biografinya karya Walter Isaacson: ”Bertumpuknya bahan pelajaran tidak boleh menindas kemerdekaan siswa. Keunggulan kompetitif sebuah masyarakat bukanlah hasil dari seberapa bagus sekolah mengajarkan perkalian dan tabel periodik, melainkan dari seberapa bagus sekolah dapat merangsang imajinasi dan kreativitas.”
Kalimat-kalimat yang patut direnungkan!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...