Ketimbang Ngemis
Daripada meminta-minta, lebih baik cari rejeki dengan bekerja.
SATUHARAPAN.COM – Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah fenomena lazim, terutama di daerah urban. Gemerlapnya kota menjadi magnet yang menarik orang dari kawasan pinggir untuk datang. Katanya, di kota tersedia banyak lowongan pekerjaan yang menjanjikan. Dan seperti yang sering kita saksikan sendiri di emperan toko dan perempatan jalan, PMKS bertebaran. Hai, tahu PMKS kan? PMKS adalah istilah ”intelek” untuk menyebut kelompok pengemis, pengamen, gelandangan, dan anak jalanan.
Urusan yang satu ini sejujurnya rumit. Razia oleh Satpol PP, dibina oleh Dinas Sosial, dan pemulangan ke daerah asal, sepertinya sia-sia. Masyarakat ”berpendidikan” ini selalu saja pandai mengkritik pemerintah. Kita berteori bahwa PMKS harusnya tidak disantuni recehan dari balik jendela mobil, bahwa harusnya negara memiliki mekanisme yang mewujudkan sabda Undang-undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1. Atau masyarakat ”agamis” mengedepankan nurani belas kasihan sehingga merasa bahwa menyantuni PMKS adalah keharusan.
Nyatanya, kita pasti pernah terkejut dengan pemberitaan-pemberitaan di media yang menyebut PMKS justru bukan orang yang kekurangan. Mereka bisa berfoya-foya dari hasil mengadahkan tangan di tepian jalan. Barangkali kita sempat bimbang menentukan sikap kepada PMKS. Sulit sekali membedakan mana PMKS yang betul-betul tidak sejahtera dari sononya, atau PMKS yang ”mengkondisikan” dirinya tidak sejahtera.
Daripada meminta-minta, lebih baik cari rejeki dengan bekerja. Kita akan lebih menghargai mereka yang sebenarnya tidak sejahtera secara lahir, tetapi memilih bekerja secara mandiri. Bekerja menggelar usaha sederhana demi mendatangkan rupiah untuk makan. Kita pasti tak asing dengan jasa ojek payung saat hujan turun, tukang cukur keliling, tukang jahit keliling, tukang dagang asongan, atau pemain badut boneka di tempat ramai. Kreativitas di atas dasar the power of kepepet.
Saya menemukan satu akun di media sosial instagram bernama ”Ketimbang Ngemis”. Official account ini memublikasi foto-foto usaha orang-orang prasejahtera di perkotaan yang berupaya mencari rejeki dengan tidak meminta-minta. Foto-foto fenomena ketimbang ngemis tersebut merupakan kiriman dari netizen di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta. Dalam setiap foto dijelaskan siapa subjek yang difoto, nama dan usia disertakan, lalu dipaparkan pula usaha yang ditekuni serta lokasi mangkalnya.
Setidaknya terlihat bahwa masyarakat kita masih punya rasa empati, bukan hanya merasa kasihan saat memandang. Namun, juga mau mengajak bicara orang-orang pinggir itu, mengenal dan mendoakan mereka. Lebih bijaksana kan, ketimbang ngemis? Lebih bijaksana kan dari pada sibuk berteori?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...