Obat Terbaik: Gaya Hidup Sehat!
Ini tubuh kita!
SATUHARAPAN.COM – Restoran di Indonesia semakin menggeliat dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan penggunanya mem-post sesuatu yang berkaitan dengan kuliner terbaru, termahal, juga terunik. Tak jarang, perjuangan dan pencapaian mendapatkan sebuah kuliner unik selalu mendapatkan tempat tersendiri bagi para follower-nya. Datang ke restoran baru, sebisa mungkin mencari menu unik dan spektakuler.
Makanan datang. Kemudian tak lantas berdoa untuk makan, namun semaksimal mungkin mengambil gambar dengan angle terbaik. ”Ini baru namanya syuuuurgaaaa, bos! You must try this!”, barangkali begitu statusnya. Usai berdoa pun, masih saja heboh mengambil gambar sedang menyantap hidangan. Padahal kita berdoa untuk menikmati berkat Tuhan, bukan untuk mengambil gambar!
Tanpa sadar tubuh kita sudah diperbudak oleh gaya hidup tidak sehat. Banyak restoran baru malah mengedukasi manusia untuk berlomba sesegera mungkin mencicipi menu yang unik di dalamnya. Sehingga predikat berkelas menjadi alasan utama untuk mereka eksis menampilkan status check-in di restoran tertentu, foto makanan mewah dengan beragam barisan kalimat mutiara, atau pun euforia bersantap bersama rekan-rekan seperjuangan. Padahal yang dihidangkan belum tentu bergizi dan sehat. Memang bukan salah restoran semata. Manusialah yang terlalu terpersuasif untuk terus mengikuti tren kuliner masa kini. Mereka sudah melupakan apa yang seharusnya diperlukan oleh tubuhnya sendiri.
Kemarin, 7 April, dunia memperingati Hari Kesehatan Sedunia. Tujuan peringatan Hari Kesehatan Sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Setiap tahun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memilih prioritas masalah kesehatan masyarakat global sebagai tema. Dan tema 2016 adalah ”Mengalahkan Diabetes”.
Penyakit diabetes, stroke, dan kanker adalah penyakit gaya hidup. Sering ketika kita berobat ke rumah sakit, kesalahan yang kita buat hanyalah mencari tahu ”bagaimana”. Bagaimana cara menurunkan tensi, menurunkan kadar gula, menguruskan badan, menghilangkan senewen atau sakit di jemari? Kita sudah jatuh menjadi sekadar konsumen. Pertanyaan terpenting justru mengapa sampai sakit dan pemahaman peran kita dalam menciptakan penyakit tersebut malah terlupakan. Seberapa jauh seorang dokter mau fight memperbaiki gaya hidup pasiennya? Karena, penanganan pertama pasien seharusnya perubahan gaya hidup. Bila gagal, baru mencoba obat-obatan.
Taking ownership of their own body. Ini tubuh kita. Buat apa dokter yang sok tahu menyuruh ini dan itu? Yang benar buat dokter, belum tentu benar buat kita. Kadang dokter terlatih berarogansi terhadap profesinya. Sehingga tanpa sadar kita jarang berpikir kritis: hanya sekadar ”membereskan” gejala penyakit tanpa ingin mengetahui lebih lanjut asal muasal penyakit dan pencegahannya.
Manusia seharusnya kembali mengupayakan kesembuhan melalui dirinya sendiri, bukan semata-mata menjadi objek pengobatan masyarakat industri. Ini adalah tantangan bagi paramedis di Indonesia. Jika mereka merasa tidak bisa menjalani gaya hidup sehat, jangan mengecilkan pasien dengan menganggap pasien juga takkan bisa menjalaninya. Pasien yang sudah parah dikasih obat apa pun pasti mau. Apalagi cuma disuruh ganti nasi dengan sayur.
Mari kita hapus gaya hidup buruk selama ini! Obat terbaik adalah gaya hidup sehat. Makan yang sehat, istirahat yang cukup, sempatkan selalu olahraga, dan selalu berpikir positif. Ya, hati-hati dengan lidah kita. Selain setajam pedang (karena kata-kata yang dihasilkannya), juga bisa menentukan kondisi kesehatan dan usia harapan hidup kita.
Mari bergaya hidup sehat!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...