Kenya: Puluhan Orang Mati Kelaparan, karena Disuruh Puasa oleh Seorang Pendeta
Presiden Kenya sebut Paul Makensi tidak terkait agaman manapun, dan dia melakukan kejahatan.
NAIROBI, SATUHARAPAN.COM-Presiden Kenya, William Ruto, hari Senin (24/4), mengatakan kematian puluhan pengikut seorang pendeta di bagian selatan negara itu karena kelaparan, dan situasi itu mirip dengan terorisme.
Dia mengatakan, pendeta Paul Makenzi, yang berada dalam tahanan polisi di dalam penjara dan bukan penganut agama apa pun.
"Tn. Makenzi ... berpura-pura dan berpura-pura sebagai pendeta padahal sebenarnya dia adalah penjahat yang mengerikan,” kata Ruto.
Makenzi ditangkap karena dicurigai menyuruh pengikutnya berpuasa sampai mati untuk bertemu Yesus. Sekelompok orang kurus diselamatkan hidup-hidup, tetapi beberapa dari mereka kemudian meninggal. Pihak berwenang kemudian mengalihkan perhatian mereka ke puluhan kuburan dangkal di tanah Makenzi.
Total korban tewas sekarang mencapai 47 orang, dengan 39 mayat digali selama akhir pekan, kata pernyataan dari Inspektur Jenderal Polisi, Japhet Koome, yang mengunjungi daerah tersebut.
Masyarakat Palang Merah Kenya pada hari Minggu mengatakan 112 orang telah dilaporkan hilang di meja pelacakan yang didirikan di Malindi, di mana gereja utama pendeta itu berada.
Ruto mengatakan dia telah menginstruksikan lembaga penegak hukum untuk menyelidiki secara menyeluruh masalah tersebut sebagai kasus kriminal yang tidak terkait dengan agama apa pun.
Ruto, yang terpilih pada tahun 2022, dipuji sebagai presiden Kristen evangelis pertama di negara itu dan tidak malu dengan imannya, berdoa dan menangis secara terbuka di gereja sebelum dia terpilih sebagai presiden.
Dia telah mencalonkan beberapa pendeta ke parlemen dan lembaga pemerintah seperti komisi anti korupsi.
Makenzi tetap dalam tahanan dan pengadilan mengizinkan penyelidik untuk menahannya selama dua pekan karena penyelidikan atas kematian para pengikutnya masih berlanjut.
Polisi telah menggali mayat di kuburan dangkal yang ditandai dengan salib di peternakannya seluas 800 hektare di daerah Shakahola, daerah Kilifi.
Pendeta itu telah ditangkap dua kali sebelumnya, pada 2019 dan Maret tahun ini, sehubungan dengan kematian anak-anak. Setiap kali, dia dibebaskan dengan jaminan, dan kedua kasus tersebut masih diproses melalui pengadilan.
Politisi lokal mendesak pengadilan untuk tidak membebaskannya kali ini, mengecam penyebaran aliran sesat di daerah Malindi.
Keyakinan kultus umum terjadi di Kenya, yang sebagian besar masyarakatnya religius. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...