Kepada Pebisnis Menkeu Akui Ekonomi Sulit tapi Jangan Panik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Di depan sejumlah pebisnis, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengakui ekonomi Indonesia menghadapi masa sulit. Namun, tidak perlu panik karena tidak pada tingkat mengkhawatirkan. Bambang Brodjo menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia jauh lebih 'robust' dibandingkan negara-negara pengekspor minyak lainnya seperti: Brasil dan Rusia, yang pertumbuhan ekonominya menurun karena terlalu bergantung pada migas.
Hal ini diungkapkan Bambang Brodjo dalam dua kesempatan. Kesempatan pertama adalah pada 17 Juni lalu dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin perusahaan. Sedangkan pertemuan terbaru adalah dalam rangka berbuka puasa bersama antara Menteri Keuangan, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Gubernur Bank Indonesia, pekan lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Keuangan memaparkan kondisi terkini perekonomian Indonesia, yang dalam kalimat salah seorang eksekutif yang hadir, "kepala dan dada kita masih tegak diatas permukaan air. Makro ekonomi kita samasekali tidak kelelep dibawah air."
Menurut Presiden Komisaris Recapital Investment Group, Herris Simandjuntak, yang menghadiri salah satu pertemuan itu dan mendapatkan informasi dari rekan-rekannya tentang hasil pertemuan lainnya, Menteri Keuangan juga menginformasikan bahwa beberapa kebijakan fiskal/perpajakan sedang disiapkan untuk mendongkrak baik produk manufaktur, tingkat konsumsi publik maupun laju investasi.
"Saya setuju dengan apa yang diuraikan oleh Menkeu. Memang situasinya berat dan kompleks, tapi harus dihadapi bersama-sama. Tidak bisa hanya sekadar mengeritik tanpa memberikan jalan keluar," kata Herris kepada satuharapan.com di Jakarta, Minggu (5/7).
Beberapa poin penting dari penjelasan Menkeu, menurut Herris adalah sebagai berikut:
- Menkeu menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi kitas masih bertahan diatas 4 persen sedangkan inflasi terkendali antara 1,99-2,1 per year-to-date.
- Neraca perdagangan kita masih surplus walaupun itu lebih disumbangkan oleh impor yang menurun saat ekspor kita jalan ditempat. Ekspor lebih disumbang oleh komoditas, bukan oleh produk manufaktur dan migas.
- Selain ekspor yang stagnan, pengeluaran pemerintah (government spending), tingkat konsumsi yang rendah dan laju investasi yang tersendat turut menyumbang pada ketidak-tegaran makro ekonomi Indonesia.
- Pengeluaran pemerintah yang rendah disebabkan beberapa faktor : (a) kelambatan penuntasan nomenklatur 13 kementerian; (b) pemda yang menunda pengeluaran karena menunggu menjelang Pilkada serentak Desember nanti, khususnya para petahana; (c) lambannya tiga kementerian big-spender yaitu: Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta kementerian Ristek Dikti.
- Sedang disiapkan beberapa kebijakan fiskal/perpajakan untuk mendongkrak baik produk manufaktur, tingkat konsumsi publik maupun laju investasi.
- Reputasi kepercayaan internasional akan kokohnya fundamental makro ekonomi Indonesia kian positif dengan dikeluarkannya Indonesia dari kelompok "fragile states."
- Ekonomi Indonesia jauh lebih 'robust' dibandingkan negara-negara pengekspor minyak lainnya seperti: Brasil dan Russia, yang pertumbuhan ekonominya menurun karena terlalu bergantung pada migas.
- Kurs rupiah yang melemah tidak hanya dialami Indonesia tetapi oleh banyak negara. Ada karakter berbeda antara melemahnya rupiah di masa lalu dengan melemahnya rupiah saat ini. Dulu rupiah melemah terhadap semua mata uang utama internasional, sekarang rupiah hanya melemah terhadap dolar AS.
- BI mengantisipasi kurs rupiah akan membaik bila AS segera memutuskan besaran kenaikan suku bunga sehingga menghilangkan faktor 'uncertainty' yang pada gilirannya bisa memperparah kadar spekulasi valas.
Herris menambahkan, dalam pertemuan itu umumnya para pebisnis memberi saran agar pemerintah memperhatikan sektor-sektor bisnis yang saat ini mengalami penurunan dengan mengeluarkan regulasi-regulasi yang mendorong pertumbuhan bisnis.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...