Kepala BPPT Hapuskan Penggunaan Merkuri di Tambang Emas Rakyat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempercepat upaya penghapusan dan penanganan dampak penggunaan merkuri, khususnya pada pengolahan emas di pertambangan emas skala kecil (PESK), melalui program Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-Scale Gold Mining (ISMMIA).
Program ini akan dilaksanakan selama tahun 2019 – 2022, bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) dan mendapat dukungan dari Global Environment Facility (GEF).
Kepala BPPT Hammam Riza dalam sambutannya mengatakan Make Mercury History. Menurutnya sejak tahun 2014 BPPT secara konsisten telah berupaya ikut andil dalam upaya menunjang pencapaian pengurangan, atau bahkan penghapusan penggunaan merkuri pada PESK, melalui solusi teknologi, yaitu teknologi pengolahan emas bebas merkuri.
“Inovasi teknologi pengolahan emas bebas merkuri BPPT ini, berbasis karakteristik bijih emas lokal, sehingga teknologi yang digunakan lebih tepat, mudah dioperasikan, dampak lingkungan dapat dikendalikan, serta mempunyai nilai ekonomis,” kata Hammam dalam Forum Inception Workshop di Hotel Borobudur, Jakarta (26/3), yang dilansir situs bppt.go.id.
Lebih lanjut menurut Hammam, teknologi ini telah disesuaikan dengan karakteristik emas yang biasa didapat di pertambangan rakyat. Bahkan dengan teknologi ini, tingkat perolehan emasnya mampu mencapai 80-90 persen dibandingkan menggunakan merkuri yang hanya sebesar 50 persen.
“Teknologi pengolahan emas bebas merkuri BPPT, sudah diterapkan dalam skala pilot project di Kulon Progo, Jawa Tengah, dan Lebak, Banten. Jadi teknologi ini sudah terbukti, atau proven,” kata Hammam.
Masih menurut Hammam, BPPT berusaha agar teknologi ini tidak mengurangi atau memutus mata pencaharian PESK, namun memberikan alternatif teknologi yang lebih baik dalam tingkat perolehan emas. Dengan demikian, inovasi teknologi dapat menjadi penghela pertumbungan ekonomi PESK atau penambang rakyat.
Merkuri sendiri merupakan bahan kimia berbahaya yang sulit terdegradasi di lingkungan dan merupakan pencemar yang bersifat global. Bahkan dampak pencemarannya mampu melintasi batas wilayah negara.
“Jadi masalah merkuri ini telah menjadi isu internasional. Banyak negara di dunia termasuk Indonesia telah sepakat untuk mengatasi permasalahan merkuri dengan ikut meratifikasi Konvensi Minamata, melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2017, tentang Ratifikasi Konvensi Minamata,” kata Kepala BPPT.
Menindaklanjuti Konvensi Minamata dan Undang-Undang No 11 Tahun 2017, Pemerintah Indonesia sebut Hammam menunjukan komitmen yang kuat, salah satunya sedang membuat Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Penggunaan Merkuri.
“Dalam Rencana Aksi Nasional tersebut, BPPT secara khusus mempunyai tugas dalam melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan emas bebas merkuri serta pengelolaan dampaknya,” kata Kepala BPPT.
Kepala BPPT juga mengharapkan, dengan adanya Program ISMMIA ini dapat mempercepat upaya penghapusan penggunaan merkuri pada PESK, dengan tetap memberikan solusi alternatif sehingga para PESK dapat tetap bekerja secara formal, tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan.
"BPPT siap bekerja bersama selama lima tahun ke depan, bersama KLHK, UNDP, dan GEF, dalam program penghapusan penggunaan merkuri di pertambangan emas skala kecil di Indonesia. Bersama kita Make Mercury History,” kata Hammam.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...