Kepiting Darah Biru yang Menyelamatkan Jutaan Jiwa Manusia
VIRGINIA, SATUHARAPAN.COM – Banyak orang tidak tahu, kesehatan kita bergantung pada kepiting yang darahnya berwarna biru.
Kepiting ini disebut kepiting tapal kuda, karena bentuknya lebih mirip paduan antara laba-laba dan kutu raksasa.
Ia merupakan salah satu makhluk hidup tertua di muka bumi, lebih tua daripada dinosaurus dan telah ada sejak 450 juta tahun lalu.
Di Atlantik, kepiting tapal kuda bisa terlihat di musim semi dan mencapai puncaknya pada bulan Mei dan Juni, saat air pasang pada bulan purnama.
'Fosil hidup' ini ditemukan di Samudra Atlantik, Samudra Hindia dan Pasifik, dan kepiting-kepiting itu menyelamatkan jutaan jiwa manusia.
Memanen Darah
Ilmuwan mengambil darah biru kepiting tapal kuda ini sejak 1970-an, untuk menguji coba apakah alat medis dan obat intravena (obat yang masuk ke pembuluh darah) aman untuk dipakai.
Kehadiran bakteri pada alat medis dan obat bisa mematikan, dan darah dari kepiting ini sangat sensitif pada bakteri beracun.
Darah ini digunakan untuk mengetes kontaminasi pada pembuatan segala sesuatu yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke tubuh manusia, mulai dari vaksinasi, tetesan ke pembuluh darah hingga alat medis untuk dicangkokkan.
Bisnis Raksasa
Setiap tahun, sekitar setengah juta ekor kepiting tapal kuda Atlantik ditangkap untuk keperluan biomedis, menurut Atlantic States Marine Fisheries Commission,yang dilansir bbc.com,pada Minggu (8/3).
Darah kepiting itu merupakan salah satu cairan paling mahal di dunia.
Satu liter harganya bisa mencapai US$15.000 (sekitar Rp213 juta).
Kenapa Darah Biru?
Warna biru pada darah kepiting ini berasal dari tembaga yang ada di dalam darah. Pada manusia, atom besi di dalam darah memberi warna merah gelap.
Namun, bukan warnanya yang membuat ilmuwan tertarik.
Darah kepiting ini mengandung zat kimia khusus, yang menangkap bakteri dengan cara melakukan pembekuan.
Darah ini bisa mendeteksi adanya bakteri bahkan ketika jumlahnya sangat sedikit. Bagian yang membeku ini digunakan untuk membuat sarana pengetesan bakteri.
Untuk spesies dari Amerika, alat tes ini diberi nama Limulus Amebocyte Lysate (LAL), sedangkan dari spesies asal Asia diberi nama Tachypleus Amebocyte Lysate (TAL).
Apa yang Terjadi pada Kepiting Sesudah Diambil Darahnya?
Dari torehan di dekat hati, sekitar 30 persen darah mereka diambil, lalu kepiting-kepiting ini dilepaskan lagi.
Namun, pada penelitian yang memperlihatkan antara 10 persen dan 30 persen dari mereka mati akibat tindakan ini. Pada jenis kelamin betina, ditemukan mereka lebih sulit menghasilkan anak.
Ini mengkhawatirkan bagi para pelestari lingkungan.
Adakah Alternatif?
Saat ini ada empat spesies kepiting tapal kuda yang masih tersisa di dunia.
Keempat spesies ini berada dalam ancaman penangkapan berlebihan, untuk digunakan pada industri biomedis dan sebagai umpan ikan.
Mereka juga terancam karena polusi.
Ilmuwan berpandangan, kebutuhan LAL dan TAL meningkat, seiring peningkatan populasi global dan agar usia harapan hidup lebih panjang.
Para pelestari lingkungan menyerukan, agar tes ini diganti dengan bahan sintetis pendeteksi racun agar prosesnya lebih etis.
Namun, industri farmasi mengatakan, materi pendeteksi sintetis hanya bisa menguji bahan yang khusus dibuat untuk keperluan itu, bukan untuk mendeteksi racun di dunia nyata. (bbc.com)
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...