Keputusan Hakim Tentang Penggunaan Kata Allah di Malaysia, Dibacakan Bulan Depan
KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM - Keputusan hakim menanggapi pengajuan banding pemerintah Malaysia terkait penggunaan kata "Allah" diputuskan akan dibacakan bulan depan. Demikian menurut Hakim Pengadilan Banding, Datuk Seri Mohamad Apandi Ali, hari ini, Senin (10/9) dalam sidang banding yang diajukan pemerintah Malaysia tentang penggunaan kata "Allah".
Dalam sidang yang dijadwalkan berlangsung hari ini, Hakim Datuk Seri Mohamad Apandi Ali mengatakan keputusannya tersebut diambil setelah mendengar pembelaan dari para pengacara pemerintah, keterangan dari Gereja Katolik dan usulan dari wakil kelompok Muslim.
Porres Royen pengacara yang mewakili Gereja Katolik, dalam persidangan itu menjelaskan bahwa Menteri Dalam Negeri tidak memiliki cukup bahan sebelum dan ketika membuat keputusan untuk melarang kata "Allah" di koran Herald.
"Dia tidak memiliki cukup bukti untuk melarang kata itu atas dasar kepentingan nasional dan ketertiban umum," kata Porres.
Menurut Porres, kementerian juga memberlakukan pembatasan yang tidak masuk akal pada koran Herald yang sebenarnya pelarangan ditujukan untuk semua orang Kristen.
"Larangan ini merupakan pelanggaran berat hak konstitusional," kata Royen dalam usahanya mempertahankan Keputusan Pengadilan Tinggi tahun 2009 yang dimenangkan gereja.
Sebelumnya, pengacara dari pemerintah Suzana Atan menyampaikan pada tiga hakim sidang bahwa larangan itu dikeluarkan karena kata "Allah" menyentuh sensitivitas agama Islam.
"Di negara ini, Allah merupakan kata yang sensitif," kata Suzana saat melakukan pembelaan untuk membalikkan keputusan Pengadilan Tinggi tahun 2009 yang membenarkan gereja menggunakan perkataan itu dalam bahasa Melayu di koran Herald.
Suzana mengatakan, kata "Allah" itu menimbulkan banyak kekeliruan di kalangan masyarakat Islam dan Kristen karena memiliki makna yang berbeda bagi kedua agama itu.
"Masyarakat Kristen percaya pada Trinitas namun bagi penganut Islam, hanya Allah Tuhan mereka," katanya.
Kontroversi dimulai ketika mantan Menteri Dalam Negeri Malaysia Tan Sri Syed Hamid Albar menandatangani sebuah keputusan yang melarang koran Herald menggunakan kata "Allah" dalam terbitan berbahasa Malaysia dalam penulisannya.
Hal ini menyebabkan Uskup Agung Kuala Lumpur Tan Sri Murphy Pakiam mengajukan judicial review pada tahun 2009 supaya Herald dapat menggunakan kata "Allah".
Banding Uskup Agung Kuala Lumpur Tan Sri Murphy Pakiam di Pengadilan Tinggi diterima dan hakim Lau Bee Lan memutuskan memperbolehkan gereja memakai kata "Allah" serta mencabut larangan Menteri Dalam Negeri.
Herald edisi koran ini diterbitkan dalam empat bahasa (Inggris, Malaysia, China dan Tamil), dan telah menggunakan kata "Allah" sebagai terjemahan kata "God" dalam Bahasa Malaysia, yang diedarkan pada umat Katolik di Sabah dan Sarawak, sejak September 1995. Tetapi pemerintah berpendapat bahwa "Allah" hanya digunakan secara eksklusif oleh umat Islam.
Meskipun dalam hal ini hanya Gereja Katolik yang menggugat pemerintah, tetapi umat Kristen lainnya dan bahkan komunitas Sikh menolak kata "Allah" eksklusif untuk umat Islam. Mereka menunjukkan bahwa penggunaan kata 'Allah" sudah selama berabad-abad dipakai di Malaysia dan Indonesia, juga di Timur Tengah selama lebih dari 2.000 tahun.
Pemerintah Malaysia juga telah melarang dan menyita Alkitab yang menggunakan kata "Allah". Tahun 2009 Pemerintah menyita 15.000 buah Alkitab yang diimpor dari Indonesia karena menggunakan "Allah". Sebanyak 35.000 buah Alkitab juga ditahan di Pelabuhan Klang dan Kuching pada tahun 2011. (themalaysianinsider.com)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...