Kering Kerontang
Kepada Sang Khalik kita menyandarkan hidup.
SATUHARAPAN.COM – ”Bagaimana? Senang di kampung, Na?” saya bertanya tentang libur lebaran yang dihabiskan Ina dan keluarganya di desa mereka di Lampung. ”Senang apanya… tidak ada air…” sahut Ina dengan nada mengeluh.
Masuk ke rumah saya membuka keran saya untuk mencuci perabotan yang beberapa saat lalu saya pergunakan… airnya menetes dengan enggan…. Sementara lamat-lamat suara dari layar kaca melaporkan bendungan Katulampa yang defisit air.
Musim kemarau tahun ini memang lebih terik, lebih panas, lebih kering, dan lebih panjang. Waduk di berbagai daerah dilaporkan kering dan retak. Khalayak ramai kekurangan air bersih… beberapa dari mereka terpaksa menampung air kotor dan mengendapkannya.
Konsekuensi lanjut dari musim kering ini bergulung-gulung bagai mendung hitam prahara yang tidak kunjung menjatuhkan hujannya; Para petani di Tangerang mencabuti kembali tanaman padi mereka yang mati, dan mengumpankannya kepada ternak; Ikan-ikan mengambang mati; Kebakaran hutan dan lahan terjadi di mana-mana disusul oleh polusi dan berbagai penyakit.
Hati saya nelangsa… saya ingat banjir beberapa saat lalu menelan korban harta juga nyawa. Sekarang… kita semua tersaruk-saruk bertarung melawan keadaan sebaliknya… kekeringan. Selalu demikian… dan tidak pernah ada akhirnya… Manusia terbatas di hadapan alam dan kuasa Ilahi yang tidak terbatas.
Apa yang dapat dilakukan selain bersujud… tangan menadah… kepala tengadah… seperti yang dilakukan warga Bandung? Di hadapan-Nya kita mengaku bahkan kebutuhan paling kecil sekali pun… kita tidak mampu menyediakannya sendiri… Kepada Dia saja… Khalik atas semesta… kita akan menyandarkan hidup kita….
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...