Kesenjangan Sosial Merupakan Salah Satu Penyebab Urbanisasi
NEW YORK, SATU HARAPAN.COM - Pada tahun 2050 lebih dari enam miliar penduduk akan hidup di negara berkembang. Menurut Survei Ekonomi dan Sosial Dunia 2013, diperlukan strategi baru untuk mengatasi dampak urbanisasi di seluruh dunia, termasuk permintaan akan kebutuhan energi, air, sanitasi, pelayanan publik, pendidikan dan kesehatan.
Survei mengkaji banyak tantangan yang harus diatasi dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Konferensi PBB mengenai Pembangunan Berkelanjutan Rio + 20 menetapkan sebuah kerangka kerja aksi dan tindakan lanjut di berbagai isu dan laporan yang berfokus pada tiga tantangan kritis yaitu ketahanan pangan, energi dan transformasi kota yang berkelanjutan.
Rio + 20 mengatakan bahwa pesatnya laju urbanisasi perlu diatasi dalam era pembangunan yang berkelanjutan ini.
Rio + 20 menegaskan kembali komitmenya untuk pembangunan berkelanjutan dan mengadopsi sebuah kerangka kerja aksi dan komprehensif sebagai tindakan lanjutnya. Sekretaris Ban Ki-moon menambahkan “Sumber daya yang bernilai ini harus kita tuju sebagai upaya tindakan nyata dari hasil Rio +20,”
Menurut survei ditemukan bahwa belum tercapainya kemajuan yang menggembirakan, visi pembangunan berkelanjutan, mempromosikan ekonomi dan kesejahteraan sosial sekaligus melindungi lingkungan.
Berbagai hal yang dapat menghambat upaya dalam penerapan strategi untuk urbanisasi adalah masih adanya ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, kesenjangan dan kekurangan dalam kemitraan pembangunan, pertumbuhan penduduk yang cepat, perubahan iklim dan degradasi lingkungan.
Menurut Survei Ekonomi dan Sosial Dunia menyatakan bahwa kerusakan lingkungan global saat ini mencapai tingkat yang kritis dan dapat mengancam perubahan ireversibel dan ekosistem global.
Tantangan terhadap lingkungan secara antropogenik adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan yang paling penting CO2 yang mengarah pada pemanasan global.
Wakil Sekretaris Jenderal untuk urusan Ekonomi dan Sosial, Wu Hongbo mengatakan perlu adanya strategi dan investasi yang inovatif dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan termasuk di kota-kota dunia.
“Kota harus memainkan peranan penting dalam perluasan pertumbuhan ekonomi, inovasi dan pengembangan sosial, “ujarnya.
“Tapi kita harus mengambil tindakan yang akan meningkatkan manfaat dari sebuah kota, sekaligus mengurangi ancaman terhadap pembangunan yang berkelanjutan,”tambahnya.
Jika tidak ada kerangka kebijakan yang dibentuk untuk mengatasi masalah urbanisasi ini, survei mengatakan jumlah orang yang tinggal didaerah kumuh tanpa akses infrastruktur dan layanan, seperti air, sanitasi, listrik, kesehatan dan pendidikan dasar akan meningkat tiga kali lipat misal saat ini satu miliar menjadi tiga miliar pada tahun 2050.
Menurut Survei Ekonomi dan Sosial bahwa pembangunan wilayah pekotaan membutuhkan integrasi dan koordinasi untuk mengatasi penggunaan lahan, ketahanan pangan, penciptaan lapangan pekerjaan, transportasi dan pembangunan infrastruktur, keanekaragaman hayati dan konservasi air, sumber energi terbarukan, limbah dan manajemen daur ulang, penyediaan pendidikan, kesehatan dan perumahan.
Strategi ini bertujuan pada perubahan pola konsumsi dan produksi di semua negara. Perubahan di semua tingkatan rantai makanan, mulai dari produksi hingga konsumsi sangat diperlukan karena 32 persen dari total makanan yang diproduksi secara global terbuang.
Menurut Asisten Sekretaris Jenderal untuk Pembangunan Ekonomi Shamsad Akhtar, pembanguan berkelanjutan merupakan kunci untuk pemberantasan kemiskinan. “Satu dari delapan orang didunia saat ini masih kekurangan gizi,”tambahnya.
Perkiraan menunjukkan bahwa produksi harus meningkat 70 persen secara global untuk memberi tambahan makanan kepada 2,3 miliar orang pada tahun 2050.
Kebutuhan pangan diperkirakan akan terus bergeser ke arah produk sumber daya intensif seperti ternak dan produk susu, hasil agro, air dan keanekaragaman sumber daya hayati.
Selain itu penyediaan sumber daya energi merupakan salah satu elemen inti dari agenda pembangunan berkelanjutan.
Survei menyatakan perlu ditemukan mekanisme kreatif untuk mempromosikan upaya-upaya kedepannya.
Inisiatif ini menyarankan tujuan energi secara eksplisit untuk mengakhiri ketergantungan terhadap biomassa tradisional sebagai sumber energi termal dan untuk meningkatkan akses listrik yang dapat diandalkan, memadai dan berkualitas tinggi.
Upaya tersebut harus terus di rangkul dengan teknologi baru yang akan memainkan peranan dalam transformasi produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Regulasi teknis yang tepat dan standar sosial harus diadopsi dan perlu adanya dukungan teknis dan keuangan untuk negara-negara berkembang.
Survei menekankan bahwa insentif ekonomi dan keuangan untuk menciptakan teknologi baru akan membutuhkan kebijakan reformasi termasuk pajak dan subsidi, serta informasi dan regulasi dalam rangka mencapai target inti yang berkaitan dengan adaptasi teknologi, pengurangan limbah makanan dan peningkatan efisiensi energi.
Editor : Sabar Subekti
PM Lebanon Minta Iran Bantu Amankan Gencatan Senjata Perang ...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri sementara Lebanon pada hari Jumat (15/11) meminta Iran untuk...