Kesepakatan Perubahan Iklim yang Dicapai pada COP21
PARIS, SATUHARAPAN.COM - Konferensi perubahan iklim global di Paris, Prancis, telah mengadopsi kesepakatan internasional, yang bertujuan mengganti bahan bakar dunia berbasis fosil dan memperlambat laju pemanasan global di bawah 2 derajat celsius.
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius mengakhiri pembicaraan melelahkan selama dua minggu dengan mengetuk palu, menandai konsensus di antara para menteri. Para menteri berdiri selama beberapa menit untuk bertepuk tangan dan meluapkan suka cita.
"Saya melihat reaksi positif. Saya mendengar ada keberatan kesepakatan iklim Paris diadopsi. Ini mungkin hanya sebuah palu kecil, tetapi dapat melakukan hal-hal besar,” kata Fabius, yang dikutip dari abc.net.au.
Fabius mengatakan, kesepakatan itu akan membatasi pemanasan global jauh di bawah 2 derajat celsius. Pemanasan global 2 derajat akan mengancam umat manusia dengan naiknya air laut dan memburuknya kekeringan, terjadinya banjir dan badai.
Presiden AS Barack Obama adalah salah satu pemimpin dunia yang memuji kesepakatan, yang katanya menandai "titik balik bagi dunia" pada perubahan iklim. "Perjanjian ini merupakan kesempatan terbaik, kita harus menyelamatkan satu planet yang kita punyai," katanya.
Fabius mendesak negara-negara untuk menandatangani kesepakatan tersebut. Juga, menetapkan tujuan agar segera menghilangkan emisi gas rumah kaca buatan manusia abad ini, menciptakan sebuah sistem untuk memastikan negara-negara agar berbuat baik dalam upaya sukarela untuk mengurangi emisi, dan menyediakan miliaran dolar untuk membantu negara-negara berkembang dan miskin.
Hasil Kesepakatan Perjanjian Perubahan Iklim Paris 2015
-Pengurangan emisi untuk mencapai ambang batas kenaikan suhu bumi disepakati di bawah 2 derajat celsius dan diupayakan ditekan hingga 1,5 derajat celsius.
-Sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi gas rumah kaca, dilakukan secara transparan dan sesegera mungkin.
-Kesepakatan akan menghilangkan penggunaan batubara, minyak, dan gas, untuk energi bahan bakar fosil digantikan oleh surya dan tenaga angin.
-Negara-negara maju memberikan $ US100 miliar (Rp 1.396 triliun) per tahun untuk membantu negara-negara berkembang.
Kesepakatan Paris Perwujudan Ambisi dan Komitmen Menghadapi Ancaman Perubahan Iklim
Sementara itu, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia dalam rilis yang dimuat dalam wwf.or.id, seperti dikemukakan Dr Efransjah, Chief Executive Officer (CEO) WWF Indonesia, dalam menanggapi lahirnya Kesepakatan Paris, menyatakan WWF menyambut positif kesepakatan itu. Kesepakatan tersebut memiliki beberapa elemen penting untuk menyelamatkan dunia dari dampak terburuk perubahan iklim. Di dalamnya juga sudah menggambarkan perhatian untuk perlindungan kelompok rentan dan kepentingan Indonesia.”
Perjanjian Paris, memuat tujuan global untuk adaptasi perubahan iklim, termasuk secara terpisah menyebut tentang kerusakan dan kerugian akan dampak perubahan iklim. Selain itu, di dalamnya juga menjelaskan, semua negara harus bertindak untuk menahan laju deforestasi, degradasi lahan, dan memperbaiki tata kelola lahan. Termasuk proses yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan perhitungan emisi karbon pada sektor lahan. Indonesia bersamaan dengan berlangsungnya COP 21 telah meluncurkan sistem perhitungan emisi karbon dari sektor lahan yang dikenal dengan INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System).
Indonesia, perlu berada pada jalur di mana tercapai puncak emisi karbon (carbon peak) dari pembangunan konvensional pada tahun 2020, dan berupaya setelahnya menurunkan emisi karbon secara drastis. Selain mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan, upaya yang perlu ditempuh sejak sekarang adalah mengikuti transisi global beralih menuju penggunaan energi bersih dan terbarukan. Indonesia, dikenal sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, dan juga cukup memilki potensi pemanfaatan energi dari tenaga surya maupun tenaga air.
“Terpenting pasca COP 21 adalah bagaimana negara termasuk Indonesia mengimplementasikan komitmen dalam INDCs secara sistematis, dan bertanggung jawab melibatkan berbagai kelompok masyarakat madani dalam Delegasi RI oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, merupakan langkah maju yang mewarnai upaya mewujudkan tata kelola yang lebih baik," kata Efransjah.
Nyoman Iswarayoga, Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia, mengatakan, “Pembangunan rendah karbon seyogianya hanya terwujud melalui kerja sama dengan aktor non-pemerintah, termasuk di dalamnya sektor bisnis, kota, dan kelompok masyarakat luas. Hasil yang dicapai di Paris adalah buktinya. Proses ini telah membuat masyarakat dunia lebih sadar dan peduli akan pentingnya kolaborasi skala besar untuk menangani permasalahan perubahan iklim.”
Kesepakatan Paris menghendaki pada tahun 2018, semua negara bisa melaporkan pencapaiannya terhadap tujuan yang disepakati pada akhir COP 21, meliputi pengurangan emisi, adaptasi, dan pendanaan.
Editor : Sotyati
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...