Ketegangan Meningkat di Crimea Menjelang Referendum
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM – Mantan Presiden Ukraina pro Rusia, Viktor Yanukovych muncul di publik pada hari Selasa (11/3) di tengah-tengah ketegangan di Crimea yang bersiap untuk referendum bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara yang dikecam negara-negara Barat.
Yanukovych tampil dalam konferensi pers di Rostov-on-Don di Rusia bagian Selatan. Dia melarikan diri sejak dipecat pada 28 Februari. Namun dia masih menikmati pengakuan dan perlindungan Moskow. Dia juga tetap menjadi “kartu liar” politik yang mendorong Kremlin untuk segera melakukan invasi Rusia ke Ukraina, yang merupakan krisis terburuk antara Timur dan Barat sejak Perang Dingin.
Crimea telah menjadi kawasan di Ukraina yang mudah terbakar sejak pasukan Rusia ditempatkan di sana, dan menguasai semenanjung Laut Hitam yang strategis. Pasukan ini dibantu milisi yang didukung Kremlin dan penguasa baru. Wilayah itu juga mulai merekrut tentara relawan untuk melawan pasukan Ukraina.
Respons NATO
Pakta Pertahanan Atklantik Utara (North Atlantic Treaty Organization / NATO ) menanggapi ancaman perang yang mungkin pecah di pinggrian Eropa Timur itu. NATO menyebarkan pesawat pengintai AWAC di negara-negara anggota, seperti Polandia dan Rumania yang berbatasan dengan Ukraina, untuk memonitor setiap gerakan pasukan Rusia.
Moskow juga dipantau secara intens oleh Dewan Keamanan PBB terkait legitimasi referendum di Crimea yang akan dilaksanakan Minggu (16/3), termasuk pemimpin baru pro Kremlin yang dengqan pasukan bersenjata merebut gedung-gedung pemerintah daerah.
"Jelas bahwa referendum yang bebas dan adil tidak dapat diwujudkan ketika Crimea dikendalikan oleh tentara Rusia," kata utusan PBB dari Inggris, Mark Lyall Grant.
Presiden Prancis, Gerard Araud, menambahkan, "Rusia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka mendengarkan kami."
Sikap AS
Televisi pemerintah Rusia menayangkan berita yang tidak biasa pada hari Senin tentang rincian pertemuan Presiden Rusia, Vladimir Putin dan, Menteri Luar Negeri, Sergei Lavrov. Mereka membahas protes Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, yang menolak undangan mengunjungi Moskow untuk membahas krisis Ukraina.
Lavrov mengatakan bahwa Rusia akan menyampaikan rincian solusi untuk mengatasi krisis Ukraina yang akan bertentangan dengan upaya AS, antara lain mengubah Crimea dalam kontrol Kremlin.
Siaran televisi itu juga disebutkan sebagai tekanan kepada Washington dan menggambarkan pejabat AS yang tidak bersedia untuk membahas dukungan mereka terhadap pemerintah sementara Ukraina yang oleh Putin disebut sebagai kekuatan yang diklaim melalui "kudeta tidak sah."
Deplu AS tidak mengkonfirmasi penolakan Kerry berkunjung ke Rusia, termasuk pembicaraan dengan Putin. Namun hal itu menunjukan kedua pihak hanya memiliki sedikit hal untuk dibahas sampai Moskow menunjukkan kesediaan bernegosiasi dengan kepemimpinan baru Ukraina dan mau menarik pasukan dari Crimea ke barak di Rusia.
Ketegangan Moskow dan Washington muncul sehari sebelum Perdana Menteri Ukraina, Arseniy Yatsenyuk, berkunjung ke Gedung Putih untuk pertemuan pada hari Rabu dengan Presiden Barack Obama.
Yatsenyuk akan menggunakan kesempatan itu untuk mendapatkan paket bantuan sebesar US$ 35 miliar, mengatasi ekonomi bangsanya merosot tajam. Gedung Putih mengatakan Obama akan membahas paket bantuan ekonomi yang telah dijanjikan lebih dari US$ 1 miliar dan Uni Eropa membantu € 11 miliar (atau US$ 15 miliar) selama dua tahun.
Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, mengatakan siap untuk menawarkan bantuan US$ 3 miliar untuk reformasi perekonomian.
Sosok Pendorong Referendum
Crimea tengah menuju referendum yang dikendalikan Sergei Aksyonov (41 tahun) dengan dukungan penuh Kremlin. Dia dikenal secara lokal sebagai "The Goblin," julukan yang diperoleh selama menjalankan bisnis gelap-nya.
Aksyonov, dari partai Rusia Unity, adalah pihak memperoleh empat persen suara pada pemilu lalu di Crimea pada tahun 2010. Dia dengan tegas menolak tuduhan terlibat dalam geng kejahatan pada tahun 1990-an di Crimea pasca Uni Soviet.
Dia sering terlihat di depan umum dengan rompi anti peluru dan dikelilingi pemawa “premanisme” sebagai pagar betis. Namun dia merupakan pembicara yang fasih di tengah kerumunan dengan seruan meninggalkan Kiev. Dia mengatakan akan mengembalikan "keadilan bersejarah" di tanah itu.
Dia meyakini telah membuat langkah politik pertamanya pada tahun 2009 ketika menjadi aktivis dalam tiga aksi organisasi pro Rusia.
Partai Persatuan Rusia (Rusia Unity) dikenal karena mengeluarkan pernyataan yang meremehkan etnis-etnis lain di Ukraina, ketika di lapangan Kiev di tengah pihak yang pro Eropa. (AFP)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...