Ketegangan Politik Meningkat di Armenia, Militer Menuntut PM Mundur
YEREVAN, SATUHARAPAN.COM-Ketegangan politik di Armenia terus tinggi pada hari Jumat (26/2), sehari setelah perdana menteri menuduh pejabat tinggi militer yang menuntut dia mengundurkan diri sebagai upaya kudeta.
Perdana menteri Nikol Pashinyan telah menghadapi seruan oposisi untuk mundur atas kesepakatan damai 10 November yang mengakhiri enam pekan pertempuran sengit dengan Azerbaijan atas wilayah Nagorno-Karabakh.
Perdana Menteri Armenia, Nikol Phasiyan. (Foto: dok. Ist.)
Perjanjian perdamaian membuat Azerbaijan merebut kembali kendali atas sebagian besar Nagorno-Karabakh dan daerah sekitarnya yang telah dikuasai oleh pasukan Armenia selama lebih dari seperempat abad.
Awal pekan ini, Pashinyan memecat wakil kepala pertama staf umum militer, termasuk perwira tinggi angkatan bersenjata. Sebagai tanggapan, Staf Umum mengatakan pada hari Kamis (25/2) menuntut untuk pengunduran diri Pashinyan, tetapi dia justru memerintahkan agar kepala Staf Umum diberhentikan.
Pertengkaran Pashinyan dengan perwira tinggi militer mendorong pendukung oposisi. Lebih dari 20.000 aksi unjuk rasa digelar di ibu kota Armenia, menuntut pengunduran diri perdana menteri, sementara Pashinyan memimpin pendukungnya sendiri pada rapat umum saingan.
Beberapa demonstran oposisi mendirikan tenda di luar markas besar pemerintah dan membarikade jalan utama untuk menuntut pengunduran diri Pashinyan. Namun para perwira tinggi militer tidak bergerak lebih jauh pada hari Jumat setelah tuntutan mereka agar Pashinyan mundur.
Konflik PM dan Militer
Perintah Pashinyan pada hari Kamis untuk memberhentikan kepala Staf Umum, Jenderal Onik Gasparyan, harus mendapat persetujuan dari presiden negara itu, Armen Sarkissian, yang memiliki waktu tiga hari untuk memutuskan.
Sarkissian, yang sebelumnya pernah berselisih dengan Pashinyan dan sebelumnya meminta dia untuk mundur, bertemu dengan kepala Staf Umum dan pemimpin oposisi pada hari Jumat tetapi tidak membuat pernyataan publik.
Berbicara pada rapat umum hari Jumat, pemimpin oposisi, Vazgen Manukyan, mengatakan bahwa "beberapa hari ke depan akan menentukan perjuangan kita." Dia menambahkan bahwa jika Pashinyan berhasil memaksa kepala Staf Umum keluar, "tentara akan bangkit."
Masalah Nagorno-Karabakh
Krisis ini berakar pada kekalahan memalukan Armenia dalam pertempuran sengit dengan Azerbaijan atas Nagorno-Karabakh yang meletus pada akhir September dan berlangsung selama 44 hari. Perjanjian yang ditengahi Rusia mengakhiri konflik di mana tentara Azerbaijan mengusir pasukan Armenia, setelah lebih dari 6.000 orang tewas di kedua sisi.
Pashinyan membela kesepakatan damai itu sebagai langkah yang menyakitkan, tetapi perlu untuk mencegah Azerbaijan menguasai seluruh wilayah Nagorno-Karabakh, yang terletak di dalam Azerbaijan tetapi berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia yang didukung oleh Armenia sejak perang separatis di sana berakhir pada tahun 1994.
Krisis politik di Armenia sedang diawasi dengan ketat, terutama oleh Rusia dan Turki, yang bersaing memperebutkan pengaruh di wilayah Kaukasus Selatan. Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mendesak semua pihak di Armenia untuk bersikap tenang dan meredakan ketegangan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...