Ketimpangan Sosial Lebih Berbahaya daripada Kemiskinan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Kepala Badan Perencanaan pembangunan Nasional (Bappenas) RI, Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan ketimpangan sosial lebih berbahaya daripada kemiskinan, dampaknya ada dua. Pertama berupa konflik sosial, kedua terhambatnya pertumbuhan pasar, seperti dia sampaikan dalam acara peluncuran buku ‘Ketimpangan Pembangunan Indonesia dari Berbagai Aspek’ yang diterbitkan INFID, di Hotel Akmani, Kamis (21/8).
“Pertama, konflik sosial menyebabkan tidak efektifnya pembangunan, otomatis pertumbuhan ekonomi terhambat, karena kita tidak bisa bekerja, produktivitas terganggu. Kedua, ketimpangan sosial bisa menghambat pasar. Umpamanya industri makanan, kalau mahal pasti hanya orang-orang kaya saja yang bisa mengkonsumsinya, sedangkan kaum ekonomi menengah ke bawah, tidak bisa membeli, sehingga pertumbuhan pasar akan terhambat juga, lantaran tidak banyak orang yang bisa membeli,” jelas Lukita.
Kuncinya adalah desentralisasi yang efektif. Misalnya banyak jalan yang rusak di suatu desa karena anggaran tidak ada, maka perlu adanya dialog berapa anggaran yang dibutuhkan, agar uangnya tepat sasaran, tidak lari kepada belanja operasional seperti beli mobil dinas, beli kepeluan kantor, perbaikan gedung, dan lain sebagainya. Serta, penting juga dibahas bagaimana meningkatkan pajak daerah.
Untuk daerah-daerah yang ingin memekarkan diri, harus dilihat dulu apakah mereka mempunyai kapasitas kalau diberikan otonom, jangan lagi menambah daerah pemekaran tetapi kemampuan itu tidak ada di daerah tersebut.
“Kita memang tidak bisa menarik yang sudah berjalan, tetapi yang sudah berjalan itu hanya bisa kita review, apakah menghasilkan pelayanan publik yang bisa dirasakan bagi masyarakat desa. Tetapi untuk rencana penambahan daerah pemekaran, harus dikaji secara mendalam kapasitas yang sudah ada,” urainya.
Dia menekankan perlunya memperbaiki tax progresif dengan benar. Kemudian hasil pajak itu digunakan untuk belanja yang benar, maka itu akan banyak menyelesaikan persoalan ketimpangan.
“Ada istilah greed line atau garis keserakahan, tapi saya kira indikator itu belum cukup diterima oleh banyak negara-negara di dunia. Orang boleh saja kaya, tetapi membayar pajaknya harus sesuai. Ini isu yang harus kita atasi bersama,” tegasnya.
Menurut Lukita, landasan mengurangi ketimpangan itu sendiri sedang dibangun oleh pemerintahan saat ini.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...