MK Tolak Seluruh Gugatan Prabowo-Hatta
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan gugatan kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terhadap hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (21/8).
Mahkamah menilai berdasarkan seluruh pertimbangan, mengenai dalil yang diajukan pemohon adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, tidak terbukti menurut hukum.
"Demikian pula mengenai dalil lainnya, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut juga tidak terbukti terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan memengaruhi perolehan suara Pemohon sehingga melampaui perolehan suara Pihak Terkait. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Alim mengatakan, dalil Pemohon tidak berdasar dan tidak dibuktikan oleh kesaksian saksi yang diajukan dalam persidangan, serta tidak disertai oleh alat bukti lain yang memadai.
"Pemohon tidak dapat menguraikan dengan jelas siapa pelaku dan siapa penerimanya, kapan, di mana terjadinya, dan berapa jumlahnya. Selain itu, tidak dapat dipastikan terjadinya politik uang tersebut akan memengaruhi pilihan pemilih dan signifikan terhadap perolehan suara," katanya.
Terkait dalil adanya pengurangan suara pemohon dan penambahan suara pihak terkait (Joko Widodo-Jusuf Kalla), MK menyatakan dalil Pemohon tidak menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan di mana terjadinya kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya perolehan suara Pemohon dan bertambahnya perolehan suara Pihak Terkait.
Majelis Hakim menyatakan pemohon hanya mendalilkan terjadi kesalahan hasil penghitungan suara yang mengakibatkan penambahan suara Pihak Terkait sebanyak 1,5 juta suara, dan pengurangan perolehan suara Pemohon sebanyak 1,2 juta suara yang terdapat di lebih kurang 155.000 tempat pemungutan suara (TPS).
Selain itu, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pengurangan suara Pemohon dan penambahan suara Pihak Terkait seperti yang didalilkan Pemohon.
Terkait Daftar Pemilih Khusus, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) , MK juga menilai tidak ada bukti penyalahgunaan.
"Tidak ada bukti termohon (KPU) atau terkait (pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla) atau keduanya untuk melakukan mobilisasi," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan hukum.
Fadlil juga mengatakan dalil pemohon yang DPKTb-nya besar, yakni di Sumatera Utara, Riau, Jakarta, Jawa Timur, juga tidak ditemukan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
"Mahkamah mencermati DPKTb di seluruh Indonesia, tidak menemukan merugikan pasangan calon," kata Fadlil.
MK juga menilai DPKTb tidak melanggar hukum dan harus dinilai sebagai implementasi hak warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT untuk memilih.
"DPKTb, DPK, DPTB sesuai dengan hukum, telah memberikan ruang bagi pemilih meski tidak terdaftar di DPT," katanya.
MK juga menilai penggunaan sistem Noken atau ikat di Provinsi Papua adalah sah sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams mengatakan, sistem Noken itu harus diadministrasikan dengan baik dalam dokumen C1 sehingga menguatkan keabsahan suara dan menghindari kecurangan dalam pemilu.
"Saat ini masih dibenarkan (penggunaan sistem Noken) namun harus diadministrasikan oleh penyelenggara pemilu yang disaksikan kepala suku dan kepala adat," ujarnya.
Hakim Konstitusi Aswanto menilai pemilu tidak boleh melanggar kesatuan adat beserta hak-hak tradisional yang dilindungi Undang-Undang.
MK menurut dia menilai sistem Noken memiliki alasan yuridis dengan menganut pokok mekanisme hukum adat yang sah.
"MK memahami nilai budaya di Papua yang khas dengan menerima kolektif dan aklamasi seperti di Yahokimo. Pemilu yang ada sebaiknya tidak dilibatkan dalam sistem persaingan yang bisa menggangu harmoni yang sudah dihayati," ujarnya
Dengan ditolaknya permohonan Prabowo-Hatta ini menguatkan keputusan KPU yang menyatakan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2014-2019.
Putusan ini juga menguatkan hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum pasangan Jokowi-JK meraih 71.107.184 suara (53,19 persen), unggul di 23 provinsi, sedangkan Prabowo-Hatta meraih 62.578.528 suara (46,81 persen) dan menang di 10 provinsi. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...