Ketua DKJ: Karya Seni Cerminkan Kualitas Peradaban
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Karya seni sebagai produk budaya mencerminkan kualitas peradaban masyarakat Indonesia. Karya tersebut merupakan bentuk pencapaian eksperimentif yang ditampilkan melalui museum-museum kontemporer, kata Irawan Karseno, Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) saat ditemui satuharapan.com di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta pada Jumat (21/11).
“Lewat museum-museum kontemporer, masyarakat bisa melihat kualitas peradaban kita. Masyarakat sebenarnya gratis menikmati karya-karya seni karena itu sebagai bentuk pencapaian eksperimentatif,” ujar Irawan.
Melalui produk-produk seni budaya, Irawan ingin mengajak masyarakat melihat kesenian dan kebudayaan bukan sekadar hiburan.
“Ini persoalan edukasi, bukan sekadar hiburan. Jika kebudayaan dipandang sebagai hiburan, maka ini sudah jadi industri dan nantinya banyak yang ikut campur. Yang paling penting adalah bagaimana kita memahami kehidupan melalui seni dan budaya dengan lebih baik, agar tercermin peradaban yang baik pula,” Irawan menjelaskan.
Seni yang ‘Dibungkam’
Kasus ‘pembungkaman’ terhadap karya yang terjadi akhir-akhir ini oleh kelompok masyarakat tertentu dipandang Irawan sebagai hal yang salah dan tak sehat.
“ Bukan pemerintah yang membungkam. Yang membungkam ya kelompok-kelompok tertentu, dan kelompok itu adalah preman karena sudah melewati legitimasi dari negara,” katanya.
Terkait hal itu, DKJ berupaya terus mengadvokasi kebebasan berpikir dan berekspresi serta usaha bersama untuk selalu memperbaiki kualitas peradaban.
“Terkait seni yang dibungkam karena persoalan agama, ini yang terbalik dari cara pikir kawan-kawan ahli agama yang seringkali mengatakan hidup tidak hanya hidup, tapi akhirat sehingga rayat kita terfokusnya ke akhirat terus,” kata Irawan.
Padahal menurut ketua DKJ ini, poin terpenting sebagai masyarakat yang menghargai budaya adalah dapat menghadirkan surga secara horizontal melalui berbagai ekspresi kesenian dan produk ilmu pengetahuan.
“Dunia ini bisa menjadi baik, harmoni, dan menjadi surga bagi kita semua,” Irawan menuturkan.
Titik Pelik DKJ
Sementara itu, titik pelik yang dirasakan DKJ untuk menumbuhkan semangat seni dan budaya di masyarakat terletak pada kurangnya anggaran. Meski kerja sama DKJ dengan dinas sangat baik, Irawan mengaku persoalan peradigma masih menjadi persoalan utama, salah satunya adalah paradigma anggaran.
“Angka untuk DKJ hanya 2,5M dalam setahun untuk enam komite padahal Jakarta seharusnya bisa maju karena dukungan kesenian dan kebudayaan. Desakan kesenian sebagai tempat bernafas dari kesempitan kota besar ini menjadi sangat penting karena sekarang cengkramannya adalah industri. Mana bisa kesenian, spiritual, harus diukur dari perhitungan ekonomi. Kan tidak bisa seperti itu,” Irawan menjelaskan.
Kecilnya anggaran itu diakui Irawan tidak sebanding dengan peluang Jakarta untuk menjadi dewan kesenian terbaik di tingkat Asia.
“Kalau anggarannya cukup harusnya bisa. Tentu harus sama-sama melihat, dinas sebagai eksekutor, kami sebagai programer,” katanya.
Menurutnya, tak salah jika seni tumbuh dari kacamata ekonomi, tapi harus berkaca dari konten-konten kebudayaan ekperimentatif yang jujur. Sementara itu, pasar bisa dibentuk dengan sendirinya jika masyarakat sudah menanam rasa cinta terhadap seni dan budayanya.
“Jika orang punya rasa cinta terhadap seni, ia akan memilih membeli lukisan daripada mobil mewah dan yang akan datang ke museum daripada ke mall. Itu kan sebetulnya bisa dibentuk. Ini seharusnya menjadi peran komunitas ahli untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk menanamkan itu,” ujarnya.
Editor : Bayu Probo
Kesamaan Persepsi Guru dan Orangtua dapat Cegah Kekerasan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Co-founder Sehat Jiwa Nur Ihsanti Amalia mengatakan, kesamaan persepsi an...