Ketua NU Terusik Banyak Guru Agama Dukung Hukum Syariat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hampir 80 persen guru pendidikan Islam di lima dari 34 provinsi di Indonesia mendukung pelaksanaan hukum Syariah, menurut sebuah survei baru yang memberi peringatan kepada kelompok Muslim moderat.
Menurut voanews.com, hari Selasa (27/12), hasil tersebut dikemukakan dalam sebuah penelitian yang dipimpin Didin Syafruddin dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di Jakarta yang mewawancarai 505 guru pendidikan agama (Pendidikan Agama Islam) Islam di lima dari 34 provinsi di Indonesia. Dalam banyak instansi pendidikan di Indonesia, agama diajarkan di sejumlah sekolah negeri dan swasta.
Dengan berdasar kepada penelitian yang dilakukan pada bulan Oktober 2016, penelitian tersebut dilakukan di sejumlah kota seperti Solo dan Makassar, dan di wilayah Aceh Besar, kata Syafruddin.
Di antara temuan penelitian ini: 74 persen guru agama Islam di lima provinsi percaya umat Islam tidak harus memberikan salam hari raya ke penganut agama-agama lain, dan 89 persen penganut kepercayaan Islam non-Sunni tidak diperbolehkan bersekolah di sekolah negeri.
Seorang guru pendidikan Islam yang dikutip dalam penelitian Syafruddin mengatakan, "Bagi seorang Muslim untuk menegakkan cita-citanya, hukum Syariah Islam harus ditegakkan. Bagi saya, yang terpenting adalah bukan negara formal, tetapi menegakkan Syariat Islam. Saya pikir Syariat Islam harus dilaksanakan di negara-negara Islam. "
Muslim Moderat
Penelitian telah menimbulkan kekhawatiran di antara badan-badan Muslim moderat seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Pada panel yang diselenggarakan di UIN untuk publikasi studi pekan lalu, Ketua Nahdlatul Ulama (NU), H. Imam Aziz mengatakan menurut NU, Indonesia adalah negara di mana Pancasila dan UUD 1945 sepenuhnya memperhitungkan gagasan NU tentang hukum. “Tidak perlu untuk mencari dasar lain dari otoritas negara (seperti hukum Syariah),” kata dia.
Dia mengatakan Pancasila adalah landasan filosofis negara.
Aziz menilai dia merasa terganggu dengan hasil penelitian tersebut.
Syafruddin mengatakan kepada VOA tentang ketertarikan menjelajahi keseimbangan antara dua nilai. Filosofi Pancasila di Indonesia pluralisme politik dan agama.
Dia menduga Pancasila ditegakkan hanya formalitas saja dan tidak memiliki penegakan karakter kepribadian yang kuat. "Saya tidak terkejut dengan temuan kami, tetapi hal ini berguna untuk memiliki beberapa data tentang fenomena ini,” kata dia.
Syafruddin mengatakan survei itu sengaja melihat beberapa daerah yang paling konservatif Indonesia, dan dengan demikian tidak dapat disamakan ke seluruh negeri.
Penelitian Lain
Tapi Bonar Tigor Naipospos, wakil ketua Setara Institute, sebuah organisasi penelitian hak asasi manusia, mengatakan salah satu hasil penelitian terbaru sejalan dengan survei yang dilaksanakan Setara Institute di kalangan mahasiswa di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dari beberapa tahun yang lalu, yang menyebut sekitar 40 persen dari pendidik agama Islam mendukung penerapan hukum syariah Islam.
“Ini telah lama menjadi perhatian kita bahwa sekolah melahirkan penyebaran Islam puritan dan toleran. Kami bahkan menemukan bahwa ada beberapa buku teks resmi yang merestui kekerasan untuk membela keyakinan agama," kata Naipospos.
Hanya satu provinsi di Indonesia yang memberlakukan hukum Syariah secara resmi, Provinsi Aceh.
Namun menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada bulan Maret 2016, ada 389 provinsi di Indonesia yang terinsiprasi melakukan gerakan serupa seperti di Aceh.
"Penelitian lebih lanjut diperlukan, tapi saya menduga bahwa ini mungkin karena remaja sangat dipengaruhi dan menerima ide-ide dogmatis yang diteruskan dari teman-temannya," kata Syafruddin.
Dalam catatan Kementerian Agama, Indonesia memiliki jumlah pusat pendidikan Islam terbesar di dunia yakni dengan memiliki hampir 700 universitas, 30.000 pesantren dan 76.000 sekolah.
Berdasarkan studi, Syafruddin menyatakan bahwa "toleransi beragama masih dangkal, dan tidak aktif diberlakukan di Indonesia.”
Dia mengatakan Indonesia harus lebih agresif dalam menjelaskan bagaimana Pancasila berkaitan dengan toleran Islam, mendukung organisasi Islam moderat seperti NU, dan meningkatkan perekrutan dan pelatihan guru agama "dengan cara yang memperkuat pandangan Islam moderat yang unik untuk Indonesia."
Dalam beberapa tahun terakhir, menurut Naipospos, Setara Institute telah mulai melakukan hal itu.
"Sejumlah LSM, termasuk kita, melatih guru dan siswa tentang multikulturalisme dan perdamaian," kata Naipospos.
“Kami mempublikasikan bahan ajar untuk kelas dan gambar buku untuk siswa. Kementerian Agama juga telah memulai program untuk mengatasi meningkatnya intoleransi,” kata Naipospos. (voanews.com)
Editor : Eben E. Siadari
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...