Ketum Gerindra Suhardi, Sang Profesor Telo
• Suhardi di mata Mahasiswa Filsafat UGM yang pernah dibimbing Suhardi dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2005
• Keramahan Suhardi saat wawancara dengan satuharapan.com
• Menurut Suhardi masyarakat Indonesia telah digiring makan beras
• Riwayat pendidikan Suhardi
• Riwayat pekerjaan Suhardi
• Riwayat penghargaan Suhardi
SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra, Prof. Dr. Ir Suhardi, M.Sc telah meninggal dunia pada Kamis (28/8). Mantan mantan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu pun meninggalkan banyak kenangan bagi orang sekitarnya. Salah satunya, julukan Profesor Telo (ketela) dari Slamet Thohari, mantan Mahasiswa Filsafat UGM.
Menurut Thohari dalam sebuah artikel di suhardigerindra.com, julukan tersebut dilayangkan bukan karena ilmu Suhardi yang rendah sehingga dilabeli demikian. Tapi karena selama bertahun-tahun sosok Ketum Gerindra itu mengkampanyekan makanan lokal Indonesia. Dan telo selalu menjadi andalannya.
“Ini terkait dengan risetnya. Bila dibandingkan dengan beras, kadar kalsium telo jauh lebih tinggi,” ucap Thohari.
Suhardi tidak hanya paham soal makanan. Pria kelahiran Klaten, 13 Agustus 1952 ini juga mengerti tentang sistem ekonomi.
“Tak henti-hentinya dia mengeluarkan kritik pedas pada sistem neo-liberalisme yang sangat jahat bagi petani-petani, bagi makanan lokal bahkan bagi gizi seseorang dan seterusnya,” kata dia.
Ramah pada satuharapan.com
Pada masa kampanye Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 kemarin, satuharapan.com beberapa kali menjumpai sosok Ketum Gerindra ini. Dalam wawancara yang dilakukan, baik secara personal maupun bersama awak media lain, satuharapan.com mendapat kesan ramah dari pria berusia 62 tahun ini.
Salah satunya, saat satuharapan.com menemuinya usai menghadiri acara Deklarasi Pemilu Berintegritas dan Damai, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (3/6). Saat itu, dia mengkritisi sikap Joko Widodo yang tidak sesuai protokeler calon presiden.
“Bagaimana ia berhadapan dengan publik, lalu dengan kompetitornya, selanjutnya berhadapan dengan luar negeri, sikap berdiri, melihat, hingga memandang, itu harus sesuai dengan protokoler. Bila ingin menjadi presiden, seseorang harus memenuhi syarat itu,” kata Suhardi.
Menurut Suhardi, seharusnya sebagai bapak rakyat, Joko Widodo memahami hal tersebut. “Sebagai seorang negarawan seharusnya ia tanggap. Joko Widodo adalah seorang negarawan, jadi ia harus menghormati dan merespon apa saja. Sebagai bapak rakyat, ia pun harus mengerti bagaimana cara bersikap baik kepada semua orang,” ungkap dia kala itu.
Monopoli Menurut Suhardi
Menurut Slamet Thohari, urusan pangan di Indonesia selama ini telah didominasi kelompok tertentu yang hanya mencari keuntungan. Wilayah yang tadinya tidak makan beras, telah digiring untuk makan beras, demi sebuah keuntungan.
“Orang Papua yang biasanya makan sagu, kini tergantung dengan beras. Begitu pula dengan orang Gunung Kidul, Pacitan dan seterusnya. Padahal ada banyak jenis sumber karbohidrat lain yang justru mempunyai nilai kalsium tinggi. Inilah yang disebut homogenisasi makanan. Yang belakangan ini terjadi semakin meluas,” jelas Thohari.
Ia juga mengungkapkan banyak perusahaan makanan internasional dengan iklan yang menipu dan merugikan masyarakat, seperti iklan minuman kemasan, susu, makanan fast food, yang menurut Suhardi akan merusak tubuh maupun lingkungan.
“Minuman kemasan contohnya, banyak sawah-sawah kering akibat monopoli air gunung. Air yang merupakan milik semua mahluk hidup, kini diklaim milik pribadi, bahkan dimonopoli dan dikuras, lalu dijual demi mencari keuntungan,” tutur Thohari.
“Susu juga demikian, rekayasa sapi, sebagaimana telah diajarkan banyak guru SD, bahwa sapi adalah hewan pemakan rumput (herbivora). Namun demi meraup keuntungan, sapi-sapi itu dipaksa memakan zat kimia dan makanan-makanan yang sudah direkayasa agar susunya banyak. Hasilnya, susu sapi tersebut tidak lagi menyehatkan, tapi tetap saja dipromosikan, diperdagangkan, sekali lagi demi keuntungan,” Thohari menambahkan.
Demi menggalakkan pentingnya makanan lokal untuk diapresiasi, Suhardi turun ke desa-desa. Berbagai kreasi makanan lokal pun selalu diadakan oleh Ketua Umum Gerindra itu.
“Saya pernah mengikuti beliau dua kali, di daerah Kaliurang dan Moyudan, Sleman beberapa tahun yang lalu,” ucap Mahasiswa Filsafat UGM yang pernah dibimbing Suhardi dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2005 itu.
Selain karena kesederhanaannya. Kesantunan dan kegigihan Suhardi turut menjadi alasan mengapa Ketum Gerindra itu dijuluki Profesor Telo.
Riwayat Pendidikan
Suhardi mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat Negeri Mandong, Trucuk, Klaten, pada tahun 1957 hingga 1964. Setelah itu ia melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri awas Klaten hingga tahun 1967, lalu ke Sekolah Teknik Menengah (STM) Geologi Pertambangan Klaten.
Namun, di STM Geologi Pertambangan Klaten tersebut, Suhardi hanya bertahan satu tahun. Pada tahun 1968, ia pindah ke STM Pertanian Delanggu Klaten hingga akhirnya menyelesaikan pendidikan di sana tahun 1970. Kemudia, Suhardi melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Kehutanan UGM, hingga mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1977.
Di tahun 1982, sang “Profesor Telo” kembali ke bangku kuliah, kali ini ia mengambil Program Master Kehutanan di sebuah kampus yang terletak di Kota Laguna, Filipina, University of the Philippines Los Banos. Tidak berhenti sampai disitu, setelah mendapatkan gelar masternya di tahun 1984, Suhardi langsung lanjut untuk meraih gelar doktornya hingga tahun 1987.
Riwayat Pekerjaan
Pada tahun 1996, Suhardi diangkat menjadi Ketua Jurusan Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan UGM, dua tahun berselang ia terpilih untuk mengisi jabatan Pembantu Dekan I, Fakultas Kehutanan UGM. Kursi Dekan Fakultas Kehutanan UGM pun pernah diisi oleh Suhardi, yakni pada Oktober 2000 hingga Mei 2001.
Suhardi juga pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia (Mei 2001 hingga November 2001), Ketua Perhimpunan Bambu Indonesia (PERBINDO) Dareah Istimewa Yogyakarta (2004), Majelis Pakar Dewan Pemberdayaan Pemuda Wira Usaha di bawah Menpora bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X, Prof. Kamiso dan Prof. Alwi Dahlan (2005), Ketua Indonesian Agroforestry Education (INAFE) dan anggota Board South East Asia Network Agroforestry (SEANAFE) (2006), dan Ketua Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Dera Istimewa Yogyakarta (2006).
Selain masih menjabat sebagai Ketum Gerindra sejak 2008, ternyata Suhardi memiliki beberapa pekerjaan lain yang masih digelutinya, seperti Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat Kementerian Pertanian (sejak Februari 2002), Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Dareah Istimewa Yogyakarta (sejak 2002), Ketua Lembaga Masyarakat Peduli Hutan, Kebun dan Pangan (sejak 2002), Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Daerah Istimewa Yogyakarta (sejak 2003
Riwayat Penghargaan
Selama hidupnya, beberapa penghargaan pernah di genggam pria yang tutup usia di umur 62 tahun itu. Diantaranya Dosen Teladan I Fakultas Kehutanan UGM (1990), Research Awards for Foreign Specialist FFPRI, Japan (1996), Satya Lencana Karya Satya (1998), Pelopor Pemanfaatan Ketela dari Menteri Pariwisata Republik Indoensia (1999), International Foundation Indonesian Development Award (2000), Pengendara sepeda penghargaan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X (2007), dan SFRT SEARCA Award for Optimization of Casuarina Equisetifolia sp for Food Security (2007).
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...