Ketum PGI Tanggapi RUU Haluan Ideologi Pancasila
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Pendeta Gomar Gultom, mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah, yang memutuskan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
“Kita semua membutuhkan Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup dalam berbangsa dan bermasyarakat. Ini perlu terus dipupuk dan dimasyarakatkan. Kita punya pengalaman ketika Pancasila dimarginalkan paska reformasi 1998, dan olehnya nilai-nilai Pancasila itu perlu digali dan dimasyarakatkan terus,” kata Gomar Gultom dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, Rabu (17/6) di Jakarta.
Untuk itu, kata Gomar, tentu diperlukan acuan hukum yang mendasarinya. Tentu perangkat hukumnya harus dipikirkan masak-masak agar tidak malah mendegradasi posisi Pancasila itu sendiri.
“Masalah HIP ini sangat mendasar, dan seyogyanya berasal dari sebuah proses demokrasi, yang tumbuh dan berkembang di akar rumput. Sebagai demikian, proses legislasi seperti ini harus berakar pada asprasi rakyat, dan olehnya mestinya sejak awal melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam diskursus maupun perumusannya,” katanya.
Menurut Gomar, perluasan atau penyempitan tafsir Pancasila bisa membawa kita pada perdebatan antara kelompok agamis dan nasionalis pada sejarah awal pembentukan Republik Indonesia, yang dalam kondisi sekarang sepertinya kurang kondisif diangkat.
“Bisa saja masalah tafsir Pancasila ini membawa pertentangan yang bisa memecah kita sebagai bangsa, di tengah upaya bersama menghadapi pandemi covid 19, yang justru membutuhkan kerjasama, persaudaraan dan konsentrasi penuh dari kita semua,” katanya.
Gomar pun mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan menjaga persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit akibat pandemi saat ini. Kita hindarilah pembahasan yang potensial memicu pertentangan di antara kita, karena menyangkut ideologi negara.
“Seturut dengan ini, saya mengimbau para anggota parlemen RI untuk menunda pembahasan RUU HIP ini, setelah lebih dahulu mempelajari dinamika masyarakt dan menangkap aspirasi masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Gomar memahami bahwa kita juga membutuhkan posisi BPIP yang ada sekarang perlu ditingkatkan pendasarannya atas sebuah UU, ketimbang hanya Keppres sebagaimana yang ada kini.
“Olehnya mungkin diperlukan sebuah UU tentang BPIP, tanpa melebar ke masalah tafsir Pancasila yang bisa memicu kontroversi,” katanya.
Ormas Islam apresiasi keputusan Pemerintah tunda bahas RUU HIP
Sebelumnya tiga organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam mengapresiasi keputusan Pemerintah untuk menunda pembahasan draf RUU HIP.
Apresiasi itu disampaikan oleh pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah saat menemui Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD di rumah dinas Wapres di Jakarta, Selasa (16/6).
“Kami, mewakili MUI, memberikan apresiasi yang tinggi tentang kearifan Pemerintah tentang ditundanya RUU HIP itu. Hal ini memang menimbulkan kegelisahan yang bukan main,” kata salah satu Ketua MUI Basri Bermanda.
Basri mengatakan MUI juga meminta ormas-ormas Islam lain untuk terus mengawal dan berdialog dengan DPR RI agar draf RUU HIP tersebut bisa dicabut dari program legislasi nasional (Prolegnas).
“Nanti dengan DPR juga kita akan berdialog untuk mendorong DPR agar mencabut RUU ini, karena tadi dijelaskan bahwa ini RUU inisiatif DPR,” tambahnya.
Senada dengan MUI, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti juga mengapresiasi sikap Pemerintah dalam rencana pembahasan RUU HIP. Mu’ti juga menambahkan agar Pemerintah memyampaikan surat resmi kepada DPR yang menegaskan penolakan pembahasan RUU HIP tersebut.
“Akan sangat baik kalau jawaban Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada DPR, sehingga bisa memberikan kepastian kepada masyarakat,” katanya.
Mu’ti juga meminta kepada warga Muhammadiyah untuk tetap tenang dalam menanggapi polemik RUU HIP, sehingga fokus penanggulangan pandemi COVID-19 dapat optimal dilakukan.
“Kepada warga Muhammadiyah untuk tetap bersikap tenang dan menanggapi persoalan ini secara cerdas jernih untuk kepentingan kita terfokus untuk mengatasi persoalan pandemi pandemi ini,“ katanya.
Terakhir, Sekretaris Jenderal PBNU Helmi Faishal mengatakan RUU HIP hanya akan menimbulkan penafsiran dan analisa politis membuat adanya pertentangan ideologi di kalangan umat.
“Dengan simpang siurnya terhadap penafsiran RUU HIP, yang melahirkan analisa-analisa politik, dalam pandangan kami ini berpotensi lahirnya pertentangan antar-ideologi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Helmi meminta kepada semua pihak, baik DPR dan kelompok masyarakat, untuk mendukung Pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19, serta menuntaskan persoalan ekonomi dan kemiskinan di dalam negeri. (Ant)
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...