Khawatir COVID-19, Malaysia Tolak Masuknya Perahu Rohingya
KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM-Malaysia menolak masuknya sebuah kapal yang membawa sekitar 200 orang Rohingya, karena ketakutan akan virus corona, kata angkatan udara negara itu, setelah berita muncul pekan ini bahwa banyak yang meninggal di kapal yang penuh sesak.
Para aktivis khawatir bahwa sejumlah besar Rohingya, minoritas Muslim yang terusir dari Myanmar, mungkin terperangkap di kapal di tengah laut dan tidak dapat mencapai negara lain.
Perkembangan terakhir telah memicu kekhawatiran akan terulangnya krisis seperti tahun 2015 ketika banyak Rohingya meninggal di laut setelah negara-negara Asia Tenggara mengembalikan kapal mereka ke laut setelah terbongkarnya rute penyelundupan manusia yang sudah lama ada.
Dalam insiden terakhir, kapal Rohingya ditemukan pada hari Kamis (16/4) oleh pesawat jet angkatan udara Malaysia di barat laut Pulau Langkawi dan kemudian dicegat oleh dua kapal angkatan laut yang didukung dengan helikopter.
Pelaut Malaysia memberi makanan orang Rohingya sebelum menggiring mereka keluar dari perairan negara itu, kata angkatan udara.
"Dengan permukiman dan kondisi kehidupan yang buruk... sangat dikhawatirkan migran tidak berdokumen yang mencoba memasuki Malaysia baik melalui darat atau laut akan membawa (COVID-19) ke negara itu," kata pernyataan angkatan udara hari Kamis (16/4) malam. Namun menambahkan bahwa "operasi pengawasan maritim akan ditingkatkan".
Rohingya di Malaysia
Perkembangan tersebut mengisyaratkan bahwa Malaysia, yang berada di bawah penguncian nasional dalam memerangi penyebaran virus setelah mencatat lebih dari 5.000 kasus dan 80 pasien meninggal, memperkuat sikapnya untuk menolak masuknya Rohingya.
Sementara itu, relatif sedikit kapal yang membawa minoritas Rohingya tiba di Malaysia sejak krisis tahun 2015, beberapa telah diizinkan masuk ke negara itu. Awal bulan ini, 202 Rohingya mendarat di Langkawi dan ditahan.
Malaysia adalah tujuan favorit bagi para migran dari Rohingya, karena merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim dengan diaspora Rohingya yang cukup besar.
Banyak yang melakukan perjalanan dengan perahu tua dan penuh sesak dari kamp-kamp kumuh di dekat perbatasan Bangladesh, di mana hampir satu juta orang Rohingya tinggal setelah melarikan diri dari Myanmar akibat serangan militer pada 2017.
Dalam insiden sebelumnya, 60 Rohingya meninggal di atas kapal yang penuh sesak dengan ratusan orang yang terdampar di Teluk Bengal selama lebih dari dua bulan, menurut para korban yang selamat.
Kapal itu ditolak masuk oleh Malaysia dan Thailand dan kemudian kembali ke Bangladesh, di mana para migran dijemput oleh penjaga pantai pada Rabu (15/4) malam. Sekitar 400 orang diselamatkan.
Kelompok aktivis Fortify Rights mengatakan Rohingya telah memberi tahu mereka bahwa ada kapal-kapal lain yang terapung-apung di laut antara Bangladesh dan Malaysia, dan mendesak pemerintah daerah itu untuk mengizinkan kapal-kapal tersebut mendarat.
"Mengirimkan kapal pengungsi ke laut adalah melanggar hukum," kata CEO kelompok itu, Matthew Smith. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...