Khotbah Natal GPIB Koinonia: Keluarga Kristiani Teladani Maria
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pendeta (Pdt.) Ellen Polii Tamunu, S.Th dari Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Koinonia Jakarta mengemukakan bahwa umat Kristen dalam menjelang Natal harus menjadi saluran berkat, bahkan hingga masa Natal berakhir.
“Lewat pujian Maria ini (perikop pembacaan Kitab Suci dari Injil Lukas 1:46-56) ingin mengarahkan kita untuk mengakui kemahakuasaan Tuhan dan kita jangan mendekatkan diri kepada kegiatan yang sama sekali tidak memuliakan nama Tuhan,” kata Ellen dalam salah satu inti khotbah yang dia kemukakan kepada jemaat dalam kebaktian Malam Natal di Gedung GPIB Koinonia, Jakarta, Rabu (24/12) malam WIB.
Kebaktian Malam Natal di GPIB Koinonia mengambil perikop bacaan Alkitab dari Lukas 1 ayat 46 hingga 56 dan berjudul Nyanyian Pujian Maria menguraikan tentang perasaan hati Maria (ibu kandung Yesus Kristus). Perikop tersebut mengisahkan nyanyian Maria yang sedang bersukacita dalam kekudusan Allah (ayat 49), rahmat-Nya (ayat 50), kuasa-Nya (ayat 51-52), kepedulian-Nya kepada mereka yang lapar (ayat 53), dan kebaikan-Nya kepada umat-Nya (ayat 54-55).
Ellen mengemukakan umat Kristen dapat belajar dari Maria tentang bagaimana mempercayai Allah, di tengah kekuatiran dan ketakutan kita, dan memuji Dia atas kebesaran-Nya.
“Setiap tahun kita rayakan natal dengan sukacita, tetapi setelah Natal habis kita kembali ke kehidupan kita sehari-hari,” Ellen menambahkan.
Ellen menjelaskan bahwa landasan awal Maria melantunkan nyanyian pujian tersebut karena ungkapan syukur dia tetap dapat melahirkan Yesus Kristus, walau di daerah asalnya di Galilea ada penolakan terhadap perempuan yang mengandung tetapi belum bersuami, dan kemudian saat pindah dari Galilea tersebut Maria mengucap syukur karena Tuhan tetap menyertainya.
“Saudara-saudara yang terkasih saat ini satu hal yang harus kita pahami yakni perikop ini penting karena merupakan ungkapan yang menggambarkan ketulusan dan kesungguhan Maria untuk memuji Tuhan, walau sesungguhnya perlu kita ketahui kondisi yang dialami Maria adalah kondisi yang tidak memungkinkan dia untuk memuliakan dan menganggungkan Tuhan karena dia mengandung baru kemudian bertunangan,” Ellen menjelaskan.
Ellen kemudian menanyakan kepada jemaat yang hadir dalam kehidupan sehari-hari yang dialami umat Kristen. Apa langkah yang sebaiknya dilakukan.
“Apakaah kita akan berhenti memuliakan Tuhan hanya karena masalah kehidupan dan kesulitan yang silih berganti. Jika berpijak kepada contoh Maria maka kita selayaknya mencontoh Maria yang memuliakan Tuhan dalam keadaan sulit sekali pun,” Ellen memberi contoh.
Perubahan Sikap Setelah Natal
Ellen menegaskan bahwa setiap dan setelah Natal umat Kristen harus ada perubahan sikap yang tercermin pada kondisi keluarga masing-masing.
“Pujian Maria di ayat 46 (Lukas 1:46-56) berbunyi ‘Jiwaku memuliakan Tuhan’ hendaknya menjadi landasan motivasi bagi kita karena bapak ibu saudara tidak dapat disangkal lagi bahwa era modern ini jiwa kita memuliakan sesuatu yang terkadang tidak lagi memuliakan Kristus, melainkan memuliakan banyak hal seperti kekuasaan, kekuatan yang kita miliki atas orang lain,” Ellen menjelaskan.
Ellen prihatin karena saat ini umat Kristen semakin mendewakan teknologi berbentuk gadget elektronik yang banyak terdapat di pasar bebas, dan semakin tingginya ketergantungan kepada ego sektoral dan ilmu pengetahuan teknologi akan membuat Natal kehilangan makna kesederhanaan.
“Bagi banyak orang, ilmu dan teknologi secara fungsional saat ini telah menjadi Tuhan dan agama baru, dengan adanya gadget saat ini sekarang ini orang jadi lebih peka kepada suara BBM (Blackberry Messenger) daripada suara Tuhan, hal itu terjadi karena dari keluarga Kristen yang seperti itu tidak berada dalam bimbingan Tuhan lagi, melainkan mereka ada dalam bimbingan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), ” kata Ellen.
Editor : Eben Ezer Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...