Kiat Menangkan Persaingan: Bangun Ekuitas Produk Alternatif
SATUHARAPAN.COM – Pada masa lalu, mengalahkan merek-merek kuat seperti Cola-Cola atau Pepsi, hampir mustahil. Namun kondisi tersebut kini telah berubah drastis. Kekuatan ekuitas merek ternyata bisa surut akibat faktor politik.
Hal itu terjadi setelah Amerika Serikat dan sekutunya menyerbu Irak dengan kedok menghancurkan senjata pemusnah missal, yang ternyata tidak terbukti. Tak hanya itu, AS juga dikecam karena menerapkan standar ganda dalam menangani krisis Israel-Palestina di Timur Tengah.
Akibatnya, dalam peta geopolitik dunia muncul sikap anti-Amerika di pelbagai wilayah. Perwujudannya antara lain berupa penolakan terhadap produk-produk AS.
Mecca Cola, misalnya, diluncurkan November 2002 oleh pengusaha muda Prancis keturunan Tunisia bernama Tawfik Mathlouthi.
Semula tujuannya menciptakan produk saingan bagi Coke untuk memenuhi kebutuhan pengguna bahasa Arab di Eropa dan bagian dunia lainnya akan minuman ringan. Selain itu, juga membuka lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Seiring dengan meluasnya aksi boikot antiproduk Amerika di Prancis, sebagai protes atas kebijakan AS di Timur Tengah, Mecca Cola malah sukses menjual lebih dari sejuta botol dalam waktu kurang dari satu bulan. Permintaan menjadi distributor pun mengalir dari Inggris, Belgia, dan Jerman. Kini, Mecca Cola sudah tersebar di 47 negara.
Berhasil menjual jutaan botol, Tawfik kini mencoba menggarap pasar minuman untuk sekitar satu miliar umat Muslim di dunia. Selain itu, Mecca Cola juga akan menyumbangkan 20 persen dari hasil keuntungannya untuk amal.
“Sepuluh persen untuk anak-anak Palestina dan sepuluh persen sisanya untuk keperluan amal di negeri setempat,” kata Tawfik Mathlouthi seperti dikutip dalam buku “45 Kisah Bisnis Top Pilihan”.
Menyusul Mecca Cola, terdapat Zam-Zam Cola di Iran dan Qibla Cola di Inggris. Di Malaysia, Zam-Zam Cola telah menjadi produk alternatif pengganti Cola-Cola di restoran dan supermarket umat muslim setelah pembeli menolak menggunakan produk-produk AS.
Norita Salleh, juru bicara Al-Fajr (M) Sdn Bhd, agen tunggal produk itu di Malaysia, mengatakan hanya dalam enam bulan penjualan produk itu telah mencapai angka setengah juta botol.
“Animo besar terjadi di Kuala Lumpur, bagian utara dan semenanjung timur Malaysia. Umumnya pembeli terkesan oleh kualitas minuman beserta cita rasanya, ujar Norita Salleh. Sesuatu yang tak mengherankan karena Zam-Zam Cola telah mengantongi sertifikat ISO 9002 dan ISO 14001.
Menguatnya permintaan telah membuat Al-Fajr (M) Sdn Bhd memutuskan mendirikan pabrik di Rawang, tak jauh dari Kuala Lumpur. Sebagian besar pelanggan Zam-Zam Cola adalah restoran Muslim, pasar swalayan dan warung pinggir jalan.
Al-Fajr percaya bakal memperoleh pangsa pasar lumayan di Malaysia dalam waktu singkat, meski untuk itu harus bersaing dengan merek lain yang sudah mapan di pasar. Permintaan besar Zam-Zam Cola meningkat pesat seusai perang Irak.
Disumbangkan
Sukses Zam-Zam Cola dan Mecca Cola diikuti Qibla Cola. Namanya diambil dari kata “kiblat”. Peluncurannya ditujukan untuk melawan monopoli produk-produk AS.
Qibla Cola diciptakan oleh sebuah perusahaan di Derby, Inggris Tengah, sebagai produk kola alternatif dan pelanggan lain yang tak mendukung Cola-Cola Company.
Seperti halnya yang dilakukan Zam-Zam Cola, sepuluh persen dari setiap penjualan botol berukuran dua liter akan disumbangkan ke Lembaga Bantuan Islam yang khusus menangani masyarakat yang tidak mampu.
Zahida Parveen, wanita pendiri Qibla Cola Company, mempertanyakan sepak terjang dan tanggung jawab sosial perusahaan multinasional selama ini. “Kami berupaya memberikan produk alternatif sekaligus menyaksikan sendiri permintaan yang amat besar akan produk semacam itu di Inggris maupun luar negeri,” katanya.
Di Uni Emirat Arab, sebuah minuman regional bernama Star Cola juga mengalami lonjakan penjualan hebat. Zam-Zam Cola juga berhasil menggantikan Pepsi ketika pemerintah yang berkuasa di Iran melarang produk-produk AS beredar di negeri itu.
Zam-Zam Cola, yang namanya diambil dari sumber mata air abadi di kota Mekkah, berdiri tahun 1954. Semula perusahaan itu bekerja sama dengan Pepsi Cola sampai akhirnya kontraknya diputus pada 1979 akibat terjadinya Revolusi Islam di Iran.
Sementara, di musim panas, Zam-Zam Cola menyediakan lebih dari 10 juta botol ke Arab Saudi setelah pemerintah melakukan boikot terhadap Coke dan Pepsi. Direktur Zam-Zam Cola, Ahmad Haddad Moghaddam kepada AFP mengatakan, produknya mampu menawarkan dahaga bagi sekitar dua juta jemaah haji yang melakukan ibadah haji di Mekkah.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...