Kiat Menangkan Persaingan: Membuat Produk Laris
SATUHARAPAN.COM – Prestasi yang di luar dugaan dan merupakan rekor tersendiri bagi PT Honda Prospect Motor (HPM) sepanjang sejarah memasarkan mobil di Indonesia. Belum sebulan sejak diluncurkan pada 19 Februari 2004, Honda Jazz telah mengantongi permintaan 6.800 unit.
“Dari jumlah itu, 3.200 unit sudah diserahkan ke pelanggan, sementara selebihnya terpaksa indent,” kata Jonfis Fandy, Manager Umum Penjualan dan Pemasaran HPM seperti dikutip dalam buku “45 Kisah Bisnis Top Pilihan”.
Menyikapi besarnya animo masyarakat, kemudian perusahaan memutuskan memproduksi sendiri Honda Jazz di pabrik Karawang. Hal itu terjadi karena perusahaan hanya memesan Honda Jazz secara complete built up (CBU) dari Thailand sebanyak 4.000 unit untuk masa dua bulan saat itu.
“Alasannya sederhana, agar kapasitas produksinya dapat disesuaikan dengan permintaan,” dia menambahkan.
Kesuksesan mereka sebenarnya sudah dapat diperkirakan. Honda Jazz yang di Jepang menggunakan nama Honda Fit juga mencatat penjualan fantastis pada tahun 2002 dengan penjualan mencapai 600.000 unit.
Apa sesungguhnya resepnya sehingga dapat menciptakan produk yang laris? Semua tak lepas dari kekuatan riset pasarnya yang didukung pilihan strategi segmentasi, targeting, dan positioning yang tepat.
Jonfis menceritakan, proses untuk mencari segmen pasar yang tepat awalnya sangat susah. Timnya melihat, segmen mobil dengan harga Rp 150 jutaan memiliki pangsa pasar yang cukup besar, terutama yang dipelopori Toyota Kijang.
Selain itu, pada dasarnya konsumen masih sanggup membeli pada kisaran harga Rp 150 jutaan. Namun, kondisi berubah ketika para pesaing mulai masuk ke segmen harga tersebut.
Daihatsu, Suzuki, dan Hyundai setelah bermain di segmen itu selama tiga tahun, ternyata pasarnya tidak berkembang. Hal itu tentu saja sempat mengkhawatirkan HPM.
“Tetapi dengan segmentasi yang benar, sasaran pasar yang benar, kita yakin bisa memperluas pasar yang ada,” kata Jonfis.
Akhirnya, Honda Jazz ditetapkan masuk ke mobil di segmen harga di bawah Rp 150 jutaan, sehingga menjadi sedan dengan transmisi otomatis termurah di Indonesia. Sasaran pasarnya orang muda yang berjiwa bebas, menikmati hidup, dan selalu mencari sesuatu yang baru, tetapi masih mempertimbangkan masalah harga ketika memutuskan membeli kendaraan.
Di dalamnya, termasuk keluarga muda dan ibu-ibu muda. Sedangkan kendaraan diposisikan sebagai “Wonder 5 Doors City Car”.
Kalangan Muda
Ternyata sasaran pasar Honda Jazz untuk kaum muda, keluarga muda, dan ibu-ibu, dianggap tepat. Bagi kalangan muda – meski yang membeli masih orangtuanya – tetapi penentu pilihan tetap ada pada tangan mereka, karena mereka makin terbuka terhadap perkembangan teknologi melalui browsing internet dan membaca koran serta majalah.
Bodi mobil yang kecil sangat cocok dibawa ke kampus agar mudah parkir. Selain itu, konsumsi bahan bakar yang irit akan membantu menghemat isi kocek.
Demikian pula, ibu-ibu muda yang kerjanya hanya mengantar anak ke sekolah pasti membutuhkan kendaraan yang ringkas untuk jarak dekat dan irit bahan bakar. Honda Jazz makin irit karena menerapkan sistem oktan RON 88 yang memungkinkan kendaraan mengonsumsi premium.
Keberuntungan agaknya masih berada di pihak Honda. Meski Honda Jazz memiliki bentuk sama persis dengan Honda Fit, tetapi dari segi harga bisa terpaut Rp 50 juta.
Harga mobil batchback lima pintu itu ditawarkan Rp 123,8 juta (off the road) dengan transmisi otomatis dan Rp 114,7 juta (off the road) dengan persnelling manual. Sedangkan, Honda Fit yang didatangkan kalangan pengimpor harganya dapat mencapai Rp 180 juta.
Perbedaan harga yang cukup signifikan itu terjadi akibat perbedaan struktur pajak. Para pengimpor, meski tetap diperbolehkan mengimpor mobil CBU, dikenakan pajak 65 persen. Sedangkan HPM sebagai Agena Tunggal Pemegang Merek (ATPM) hanya dikenakan 5 persen plus pajak barang mewah.
“Andaikata struktur pajak importir dan ATPM disamakan oleh pemerintah, banyak pihak yang memilih menjadi pengimpor mobil saja. Padahal, ATPM tidak hanya impor tetapi juga ekspor berupa mobil, komponen, mesin, transmisi otomatis, body glass, dan lain-lain. Jadi ada imbal-baliknya bagi negara,” Jonfis menjelaskan.
Keberuntungan dari pajak masih berlanjut karena mobil lima pintu di Indonesia dianggap sebagai kendaraan komersial, dikenakan pajak yang lebih murah sebesar 10 persen. Sedangkan dibandingkan mobil empat pintu justru dianggap sedan dengan pajak sebesar 30 persen.
“Padahal, di negara-negara lain seperti Thailand dan Malaysia, mobil lima pintu justru dikenakan pajak lebih mahal,” dia mencontohkan.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...