Kirab Budaya dan Deklarasi Jogja Istimewa untuk Jokowi-JK
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Puluhan ribu simpatisan pasangan nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla memadati Alun-alun Utara Yogyakarta pada Selasa (24/6) sore. Mereka datang berbondong-bondong untuk ambil bagian dalam kirab budaya dan mendukung Deklarasi Jogja Istimewa untuk Jokowi-JK.
Acara ini melibatkan berbagai unsur di masyarakat, khususnya rakyat menengah ke bawah, seperti tukang becak, pedagang angkringan, buruh, dan lain sebagainya, Tak ketinggalan, beberapa seniman juga hadir, seperti Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Slamet Raharjo, Mohammad Sobari, Djoko Pekik, Bramantyo Prijosusilo dan Marzuki Muhammad dari Jogja Hip Hop Foundation (JHHF).
Beberapa seniman mengungkapkan alasan untuk mendukung Joko Widodo sebagai presiden. Bramantyo Prijosusilo menilai bahwa Jokowi adalah macan Asia yang sebenarnya. “Jokowi macan yang sebenarnya karena tidak butuh pengawalan ketika blusukan. Dia berani dan tidak bersembunyi di balik kekuatan politik ketika menghadapi suatu kasus,” ungkap Bramantyo.
Alasan lain dikemukan oleh perupa Djoko Pekik. Bagi Djoko Pekik, sosok Jokowi adalah pengawal Trisaksi. ”Jokowi adalah pengawal trisaksi, yaitu berkedaulatan secara ekonomi, politik, dan sosial-budaya,” jelas Djoko Pekik.
Di sisi lain, Slamet Raharjo menyoroti Jokowi sebagai sosok yang bersih dari korupsi dan menghargai kebudayaan. “Saya percaya pada Jokowi karena dia sosok yang bersih dari korupsi dan menghormati serta menghargai budaya bangsa,” papar Slamet Raharjo.
Kirab budaya untuk dukung Jokowi-JK melibatkan ratusan tukang becak, mahasiswa, persatuan buruh, etnis Tionghoa yang menampilkan atraksi naga, dan masyarakat sipil nonpartai yang ada di Yogyakarta. Mereka berjalan kaki dari Jalan Senopati menuju Alun-alun Utara Yogyakarta.
“Jumlah tukang becak ini ratusan. Mereka berasal dari mana-mana. Ada yang biasanya mangkal di Jalan Malioboro dan Jalan Mangkubumi,” demikian disampaikan oleh salah seorang tukang becak yang enggan menyebutkan namanya.
Di Alun-alun Utara, kirab budaya ini berkumpul dengan puluhan ribu simpatisan lain. Di tempat ini, beberapa seniman melakukan orasi budaya. Mereka adalah Slamet Raharjo, Mohammad Sobari, Bramantyo Prijosusilo, dan perupa Djoko Pekik.
“Saya ini hanya pelukis kok disuruh naik panggung. Kalau melukis saya bisa tapi kalau pidato saya tidak mengerti,” demikian canda Djoko Pekik sebelum memulai melakukan orasi budaya.
Slamet Raharjo mengawali orasi kebudayaan dengan mengungkapkan alasan kenapa memilih Jokowi sebagai presiden. Bagi pemeran Sentilan ini, alasannya cukup sederhana, “Awake dewe wis wegah diapusi meneh (kita tidak mau dibohongi lagi),” demikian Slamet Raharjo membuka orasi budaya.
Dalam orasi budaya tersebut Slamet menyoroti tentang degradasi budaya dan korupsi di Indonesia. Bagi Slamet, Indonesia akan kehilangan harkat dan martabatnya jika budayanya telah hilang. Slamet juga menyoroti tentang korupsi yang tampaknya telah menjadi sesuatu yang sah terjadi di Indonesia.
“Kita telah lama menjadikan Indonesia menjadi arena yang sah untuk korupsi. Indonesia dijadikan arena untuk memikirkan diri sendiri. Jika Indonesia sudah tidak lagi punya pekerti dan harga diri dengan melakukan korupsi, maka kita akan tenggelam,” ucap Slamet Raharjo.
Dalam acara tersebut, seniman, aktor, dan sutradara Landung Simatupang berkesempatan untuk membacakan surat dari Jokowi untuk masyarakat Yogyakarta. Dalam surat tersebut, Jokowi meminta maaf kepada masyarakat Yogyakarta karena tidak bisa hadir dalam deklarasi untuk mendukung Jokowi-JK. Jokowi menjelaskan alasan ketidakhadirannya karena harus berkeliling ke berbagai darerah untuk meminta kepercayaan rakyat untuk memimpin bangsa dan negara.
Dalam surat tersebut juga dijelaskan bahwa Jokowi senantiasa mendengarkan suara rakyat. Bagi Jokowi, mendengarkan suara rakyat adalah hal terpenting. Pengalaman sebagai pemimpin tidak akan berarti jika pemimpin tersebut tidak mendengarkan suara rakyat dan mengajak rakyat untuk bersama-sama membangun masyarakat.
“Oleh karena itu, kita dikaruniai 2 telinga dan 1 mulut. Itu artinya, kita harus banyak mendengar dan tidak mengobral kata-kata,” demikian petikan dalam surat Jokowi untuk masyarakat Yogyakarta.
Bagi Jokowi, perjalanan dalam pilpres ini bukan sebuah perjalanan untuk mencari kekuasaan, tetapi untuk membuat suatu perubahan, yaitu merintis jalan ke arah keadaan yang lebih baik untuk negeri kita. Perjalanan ini adalah perjalanan kita semua. Oleh karena itu, Jokowi berharap mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk memimpin negeri ini. Jokowi berjanji akan selalu bekerja keras, sebagaimana kata-kata Bung Karno, “Selama masih ada jerit di gubug rakyat, kita tidak boleh berhenti bekerja”.
Puncak acara pada sore tersebut adalah pembacaan Deklarasi Jogja Istimewa untuk Jokowi-JK. Deklarasi tersebut dibacakan oleh Butet Kartaredjasa. Deklarasi tersebut berbunyi:
DEKLARASI JOGJA ISTIMEWA UNTUK JOKOWI-JK
Kami, masyarakat sipil Yogyakarta menyatakan:
- Mendukung pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai Hamemayu Hayuning Bawono, bersedia berkorban dan berjuang untuk bangsa, sebagaimana pengorbanan dan perjuangan Yogyakarta bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Mendukung pemimpin yang menjadikan kekuasaan sebagai “Tahta untuk Rakyat”, siap bekerja dan mengabdikan hidupnya untuk melayani hamba dari segala hamba, untuk kedaulatan rakyat
- Mendukung pemimpin yang mampu menjadi Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, untuk mengantarkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia
- Mendukung pemimpin yang menjunjung semangat Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe dengan bertindak tegas dan berkarya nyata serta berani untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Berpihak kepada pemimpin yang menjadi kalifatullah di muka bumi yang mampu merawat dan melindungi prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk itu kami, masyarakat sipil Yogyakarta memberikan dukungan kepada Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 dan siap memenangkannya
Sebagai penutup dalam acara tersebut adalah penampilan dari Jogja Hip Hop Foundation (JHHF). Mereka membawakan sebuah lagu yang sangat akrab di telinga warga Yogyakarta, yaitu lagu yang berjudul “Jogja Istimewa”.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...