KIS akan Terintegrasi dengan e-KTP
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang merupakan salah satu visi dan misi dari calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut dua (2), Joko Widodo dan Jusuf Kalla ini rencananya akan terintegrasi dengan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) untuk menghemat biaya dalam memproduksi kartu.
“Dengan sistem jaminan sosial ini nanti kita akan berjuang agar ini (KIS) terintegrasi dengan e-KTP,” kata Rieke Diah Pitaloka, tim pemenangan Jokowi-JK sekaligus politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Media Center JKW4P, Jakarta Pusat, Kamis (19/6).
“Seperti di Malaysia atau di negara-negara maju lainnya yang memakai sistem jaminan sosial maka e-KTP juga bisa digunakan sebagai kartu jaminan sosial bagi rakyat. Jadi ini bukan sekedar kartu tapi ini adalah sistem yang dibangun agar data kependudukan atau akses penduduk terhadap pendidikan dan kesehatan bisa lebih mudah dijangkau. Kalau kebanyakan kartu iti dananya akan besar.”
Menurutnya dengan sistem jaminan sosial ini akan dapat mendata penduduk lebih akurat lagi apalagi terkait dengan pendataan kemiskinan. Rieke menyatakan bahwa dalam pemerintahan Jokowi-JK mendatang maka akan ada definisi orang tidak mampu yaitu orang yang disebut miskin adalah orang yang tidak bekerja sama sekali, orang yang bekerja tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan layak dan secara teknis setiap orang yang penghasilannya satu bulan sama dengan atau lebih kecil dari upah minimum kota atau kabupaten (UMK) secara otomatis akan mendapatkan jaminan kesehatan dan pendidikan.
Rieke mengambil contoh dengan data 160 juta jiwa yang harus dijamin dengan menggunakan dana APBN. 160 juta jiwa tersebut terdiri dari orang yang bukan penerima upah, pekerja mandiri dan anggota keluarganya dan seluruh lansia yang belum menerima jaminan. Jika dengan menggunakan anggaran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari 160 juta jiwa tersebut per orang mendapatkan dana sekitar Rp 19.255,- per bulan untuk jaminan kesehatan.
Rieke optimis, jika di pemerintahan Jokowi-JK mendatang iuran dari APBN per bulan bisa mencapai RP. 30.000,- per orang. Maka jumlah dana yang dibutuhkan untuk dialokasikan dapat mencapai Rp. 60 triliun.
Rieke menjelaskan bahwa dana tersebut didapat dari lima persen dari APBN diluar gaji pegawai. Hal tersebut sesuai dengan UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 171. Pada tahun 2015, Rieke mengasumsikan ada dana APBN sebanyak Rp. 1900 triliun. Maka lima persen dari dana tersebut akan didapat sekitar Rp. 95 triliun. Hal ini tentu akan mencukupi dana yang dibutuhkan untuk memberikan jaminan kesehatan jika memakai data dari 160 juta jiwa tersebut.
Rieke memaparkan bahwa ada beberapa upaya lain yang dapat dilakukan jika tidak akan menggunakan dana APBN yaitu pengalihan bahan bakar minyak (BBM) ke gas tanpa perlu menaikkan harga BBM sebelumnya dan penghematan listrik pada tahun 2015 akan dihasilkan Rp. 70 triliun. Selain itu upaya lain yang dapat digunakan adalah menambah pajak rasio sebesar dua persen yang meliputi barang dan jasa dalam negeri; pajak perkebunan, pajak real estate, pajak perdagangan dan jasa.
Dia menyatakan bahwa pajak rasio saat ini adalah sebesar 12 persen. Jika ditambah dua persen berarti pajak rasio menjadi 14 persen yang akan menghasilkan Rp. 150 triliun per tahun. Menurutnya dengan hasil dari pajak tersebut dapat menutup seluruh anggaran yang dibutuhkan untuk jaminan kesehatan bagi masyarakat.
“Kami sangat optimis melakukan perwujudan Kartu Indonesia Sehat ini. Jika ada yang mengatakan bahwa ini adalah kebohongan publik dari Jokowi-JK, kami ajak untuk berdebat langsung bukan dengan menyebar fitnah tapi dengan menggunakan fakta di lapangan dan data yang akurat. Tentu saja menggunakan undang-undang dan konstitusi yang berlaku,” ujarnya.
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...