Kisah Mantan Ateis Lee Strobel, Difilmkan
SATUHARAPAN.COM – Jurnalis yang mantan ateis Lee Strobel mengatakan pengikut Kristus dan yang bukan pengikut Kristus akan sama-sama menemukan bukti dan kebenaran yang mereka cari tentang Tuhan dalam film terbaru, The Case for Christ.
Buku terlaris karya Strobel kini difilmkan dengan judul sama, The Case for Christ. Film ini mulai diputar di bioskop di Amerika Serikat pada Jumat (7/4) lalu. Kisahnya tentang perjalanan seorang jurnalis yang ingin membuktikan bahwa kepalsuan kisah kebangkitan Yesus Kristus setelah istrinya menjadi pengikut Kristus
Strobel, diperankan oleh aktor Mike Vogel, mewawancarai para ahli tentang kebangkitan Kristus dan validitas Alkitab. Istrinya dimainkan oleh Erika Christensen.
Strobel mengatakan film ini memiliki banyak sudut menarik, termasuk perjuangan dalam pernikahan karena konflik spiritual, hubungan antara ayah dan anak, dan mengintip kerja jurnalis di kota besar.
Ia percaya “perjalanan spiritual” adalah apa yang akan paling menarik untuk para penonton.
“Beberapa bukti kebangkitan Yesus membantu meyakinkan saya, sebagai seorang wartawan ateis, bahwa ada benar-benar kebenaran di balik klaim Kristen,” Strobel kepada The Christian Post.
Dia mencatat bahwa kata terbaru dalam kamus Webster tahun lalu adalah post truth, yang berarti suatu periode di mana fakta-fakta menjadi kurang berpengaruh.
“Kita hidup di era post truth, saat orang mencari pegangan yang kokoh, mereka sedang mencari sesuatu untuk mengatakan ini benar, saya dapat mengandalkan ini. Kekristenan mengklaim sebagai kebenaran. Kekristenan bukan dongeng, legenda, atau mitologi, tapi itu berdasarkan bukti sejarah. Dan, saya kira hari ini orang-orang muda terutama mencari sesuatu yang solid seperti itu untuk menaruh kepercayaan mereka,” kata dia.
“Pesan Injil jelas dalam film ini. Mereka yang menonton film ini akan pulang dengan ‘pertama’ akan memahami sejelas kristal apa artinya menjadi pengikut Yesus, dan ‘kedua’, mereka akan pergi dengan bukti bahwa Yesus tidak hanya mengklaim sebagai Anak Allah tetapi ia didukung dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati.”
Sebagai seorang ateis, iman istri Strobel, Leslie, yang akhirnya menyebabkan dia pada pencarian untuk mengetahui apakah benar atau tidak kisah-kisah Injil tentang kehidupan Yesus. Strobel juga berbagi saran dengan pasangan tentang bagaimana mereka juga dapat menjadi saksi Kristus secara efektif bagi pasangan mereka.
“Ada begitu banyak pasangan yang baik yang berasal dari dua agama yang berbeda—Kristen atau agama lain—atau yang bahkan lebih umum, satu adalah orang Kristen yang taat dan berkomitmen yang mempunyai pasangan tidak tertarik. pada hal-hal spiritual,” katanya. “Mereka yang dalam pernikahan tidak serasi secara rohani pun akan mendapatkan banyak inspirasi dari film ini karena itu adalah situasi kita.”
Strobel, 65 tahun, menjelaskan bahwa ketika istrinya yang agnostik datang kepada Kristus dan ia berbalik dari keyakinan ateisnya, segalanya berubah.
“Tiba-tiba nilai-nilai kami berubah. Nilai-nilai kami berbeda, cara kami ingin menghabiskan akhir pekan berbeda, cara kami ingin membesarkan anak-anak kami berbeda, cara kami ingin menghabiskan uang berbeda, dan itu menyebabkan konflik dalam pernikahan kami,” ia mengaku.
“Salah satu hal yang dilakukan istri saya adalah menyerahkan diri agar Tuhan bekerja dari waktu ke waktu, untuk mengubah nilai-nilai dan karakternya. Jadi, saat saya menatapnya, ada daya tarik, sebuah perubahan positif dalam karakter dan nilai-nilai. Itulah yang mendorong saya untuk memeriksa apakah ada kebenaran dalam Kekristenan,” kata Strobel. The Case for Christ menampilkan perjuangan ini di layar lebar.
Mantan penulis Chicago Tribune ini mengatakan film juga menampilkan integritas jurnalistik, sesuatu yang ia pertahankan. Walaupun, kini sangat berbeda dibanding dengan tahun 1980-an.
“Itu adalah era yang berbeda, sehingga Anda akan melihat dalam film itu ketika menulis sebuah artikel pertanyaan editor saya adalah tentang, 'Bagaimana Anda tahu ini benar?'“ Ia menjelaskan. “Hari-hari ini ada begitu banyak situs dan organisasi berita yang tidak memiliki standar pemeriksaan bukti terlebih dahulu. Jadi, kini tergantung kepada pembaca apakah mereka mencoba mencari tahu, ‘Apa yang saya percayai, apa yang saya tidak bisa percaya, apa yang baik, apa yang tidak?’”
“Jadi, ini adalah perubahan besar dalam budaya kita. Dan, saya pikir pergeseran ini berbahaya karena orang umumnya tidak menguji apa yang mereka baca apakah itu berita benar atau tidak. Dalam dunia spiritual yang sama berlaku. Ketika kita menyelidiki, misalnya, Perjanjian Baru dalam Injil, bagaimana kita tahu bahwa PB memberi tahu kita sebenarnya? Bagaimana kita tahu bahwa itu benar? Dan, dengan pertanyaan-pertanyaan kritis dan skeptis itulah saya menyelidiki Alkitab terutama kebangkitan Yesus,” kata Strobel.
Tiga Bahasa Daerah Maluku Telah Punah
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Kantor Bahasa Provinsi Maluku menyatakan bahwa tiga dari 70 bahasa daerah y...