Kisah Para Pembisik
SATUHARAPAN.COM – Pembisik adalah sebuah istilah yang kerap dilekatkan pada orang-orang yang berada di sekeliling raja atau penguasa. Mereka tidak punya otoritas untuk membuat keputusan bagi kerajaan atau wilayah kekuasaan, tetapi pendapatnya selalu didengar, bahkan diminta oleh para pembuat keputusan. Para pembisik tentulah orang-orang dengan keahlian dan pengetahuan yang mumpuni, serta tentu saja disegani oleh penguasa sekalipun. Tetapi, kadang juga sebaliknya, demi tetap berada di sekeliling penguasa, mereka mau melakukan apa saja.
Ini adalah kisah dua orang pembisik. Mereka bukan sembarang pembisik, orang-orang menyebut mereka nabi atau penyampai suara Tuhan. Saat itu raja muda sedang gusar, ia memanggil dan meminta mereka menyampaikan nasihat spiritual. Pembisik pertama datang, ia begitu meyakinkan dan memberi pengharapan. ”Jadi kerajaanku akan segera pulih? Aku hanya perlu menunjukkan keperkasaanku sebagai seorang raja agar ditakuti bangsa-bangsa,” gumam Sang Raja. Sebaris senyum menghiasi wajahnya.
Sang Raja senang bukan kepalang. Tetapi, rasanya belum afdal jika mendengar suara satu pembisik saja, kata orang masih ada satu lagi yang bisikannya paling tokcer dan jujur. Alih-alih merona, mukanya langsung merah padam mendengar nasihat Pembisik kedua. ”Apa? Dibuang?”
Sang Raja keki bukan kepalang. Ia tidak siap mendengar hal yang buruk tentangnya disampaikan. Ia pun sesungguhnya tak pernah ingin mendengarkan ”suara Tuhan”, yang ia inginkan hanyalah pembenaran atas semua keinginan hatinya. ”Aku tidak akan mendengarmu!”
Ia pun membalikkan badan dan mengambil jalannya sendiri. Pembisik kedua terdiam, kejujuran memang kadang menyakitkan. Sebaliknya, Pembisik pertama tersenyum penuh kemenangan, ia berhasil mendapatkan hati Sang Raja.
Penguasa-penguasa sekarang pun masih suka dibisiki. Para pemuka agama diberi tempat di panggung kekuasaan. Tidak selamanya karena penguasa ingin mendengar ”bisikan Tuhan” atau para pemuka agama ingin menyampaikan ”suara kenabian”, tetapi label agama menjadi sebuah kemasan yang banyak diminati. Tentu saja, selama itu menyenangkan hati Sang Penguasa.
Padahal, suara-suara kenabian adalah suara-suara yang jujur, ia memberi harapan bagi umat yang berharap, ia pun memberi kuk yang tidak tanggung-tanggung bila memang itu dibutuhkan untuk membawa manusia kembali kepada kasih sayang-Nya. Sungguh disayangkan, tidak semua umat, apalagi bila mereka punya kekuasaan, mau menerima kuk yang menuntun mereka kembali kepada jalan yang benar.
Ini bukan kisah baru. Kisahnya sudah ada sejak zaman Raja Zedekia. Ketika sang Raja memilih nasihat Hananya yang melambungkan hatinya, dan tak menggubris nasihat Yeremia yang mengusik egonya. Sejarah mencatat, baik Raja Zedekia ataupun Hananya akhirnya menerima hukuman Allah, dan kerajaan itu semakin terpuruk dalam pembuangan ke Babel.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...