Kisah Penderita Ebola: Dibiarkan Meninggal
LIBERIA, SATUHARAPAN.COM – Wabah penyakit Ebola di Afrika Barat yang terus meluas telah menimbulkan masalah yang serius, bahkan desa-desa ditinggalkan pendudukan, dan penderita diabiarkan meninggal, karena banyak yang takut tertular.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan keadaan darurat dan berencana mengisolasi wilayah penularan utama di daerah perbatasan Liberia, Siera Leone dan Guinea.
Tim WHO dan petugas kesehatan di tiga negara itu tengah berjuang menghentikan penularan, namun sejauh ini wabah penyakit akibat virus Ebola yang mematikan ini basih belum bisa dihentikan. Tragedi akibat wabah ini tergambar dari situasi yang terjadi di Desa Fatu, wilayah Ballajah di Liberia, yang digambarkan oleh wartawan AFP.
Dilaporkan bahwa satu-satunya suara yang terdengar di desa yang telah ditinggalkan pendudukanya itu adalah tangisan seorang gadis kecil yang terbaring dekat jenazah ibunya dalam sebuah rumah. Dia kelaparan, haus, dan tengah menunggu kematian.
Akhirnya, gadis berusia 12 tahun, anak dari Kepala Desa Fatu itu terdiam saat dia menyerah pada kematian oleh virus Ebola di tubuhnya.
Ditinggalkan Warga
Ketika wartawan AFP mengunjungi desa Fatu di Ballajah pada hari Minggu, dia dikurung di rumah bersama jenazah ibunya selama sepekan setelah sebagian besar penduduk meninggalkan desa pergi ke hutan untuk menghindari wabah virus Ebola.
Barang-barang bergeletakan ditinggalkan di sekitar desa, pintu beberapa rumah dibiarkan terbuka oleh pemiliknya karena pergi dengan tergesa-gesa. Namun beberapa penduduk desa tetap tinggal, termasuk Momoh Wile, dan perempuan ini menceritakan kisah mengerikan di Desa Fatu ini.
Ballajah, sekitar 150 kilometer dari ibu kota Liberia, Monrovia, merupakan inti dari salah satu zona karantina yang ditetapkan oleh negara itu dalam upaya yang nyaris putus asa untuk mencegah penyebaran penyakit yang sangat menular dan mematikan ini.
Virus Ebola, menurut data dari WHO, telah terdeteksi menginfeksi 1.975 orang di tiga negara penyebaran utama dan Nigeria. Di antara mereka 1.069 orangn telah meninggal.
Ebola pertama kali terdeteksi pada warga Fatu pada 20 Juli ketika ayah gadis itu, Abdulah, jatuh sakit, kata Wile kepada AFP.
Hasil positif diagnosis itu memicu kepanikan di antara 500 atau lebih orang yang tinggal di desa itu. Mereka memanggil otoritas kesehatan setempat, tetapi pada saat tim tiba, Abdulah yang berusia 51 tahun itu ââtelah meninggal lima hari sebelumnya.
Dibiarkan Meninggal
Istri Abdulah, Seidia Passawee yang berusia 43 tahun juga sudah sakit. Hanya putra mereka satu-satunya, Barnie yang berusia 15 tahun didiagnosis negatif Ebola.
Para petugas kesehatan mengambil jenazah Abdulah, dan menurut Wile, petugas mengatakan kepada penduduk desa agar "tidak dekat dengan perempuan itu dan putrinya".
"Mereka menangis sepanjang hari dan sepanjang malam, memohon tetangga mereka untuk memberi mereka makanan, tapi semua orang takut," kata Wile.
Seidia Pasawee akhirnya meninggal pada 10 Agustus, tetapi teriakan dan tangisan gadisnya itu masih bisa didengar di seluruh desa yang telah dinyatakan ditinggalkan.
Pintu dan jendela rumah yang tertutup rapat dan tidak ada cara untuk memasukinya. Kepada AFPpada hari Selasa (12/8), Wile mengatakan bahwa gadis itu telah meninggal semalam, dan dalam keadaan masih saja tanpa air atau makanan.
Mengemis Makanan
Anggota satunya yang masih hidup dari keluarga itu adalah Barnie yang negatif untuk virus Ebola, tetapi masih dijauhi oleh warga desa.
AFP menemui Barnie pada hari Minggu (10/8), dan dia tengah berlindung di salah satu rumah yang ditinggalkan. Dia sendirian dan mengemis untuk mendapatkan makanan. Dia terlihat lelah dan kuyu, hanya mengenakan t-shirt kotor dan sandal usang. Barnie terisak saat ia menceritakan kisahnya.
"Di sinilah saya tidur. Di sini saya tinggal sepanjang hari, tak seorang pun ingin mendekati saya, meskipun mereka tahu, dan orang mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak memiliki Ebola," katanya.
"Ketika saya lapar, saya pergi ke semak-semak untuk mencari daun hijau," kata dia. "Itulah yang Tuhan katakan untuk saya terima."
Namun beberapa hari kemudia, ketika ditanya tentang Barnie, Wile mengatakan tidak ada kabar tentang dia.
Penduduk desa telah meninggalkan Desa Fatu dan Barnie telah dijauhi oleh tetangga yang juga takut penyebaran virus, kata Wile.
Otoritas kesehatan di Liberia, seperti diumumkan Presiden Ellen Johnson Sirleaf, menetapkan keadaan darurat di wilayah itu pada 6 Agustus. Namun sang Presiden menolak mengomentari kasus ini.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...