Kisah Tulang Punggung Sidang Raya XVI PGI
SATUHARAPAN.COM – Para petugas garis depan panitia Sidang Raya (SR) XVI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), para pandu (semacam liaison officer), penerima peserta, dan petugas di belakang layar, menjadi tulang punggung acara.
Begitu tiba di Bandara Kualanamu, Medan, setelah penerbangan dari Jakarta, saya langsung menuju counter transit untuk melanjutkan perjalanan menuju Gunungsitoli. Begitu di lokasi, petugas langsung mengarahkan saya kepada panitia penyambutan dari Panitia SR wilayah Medan. Itu kejutan yang menyenangkan karena menghilangkan sedikit kekhawatiran.
“Penerbangan ke Binaka delay, Pak,” kata Kiki—salah satu panitia, sembari menyerahkan snack. Makanan kecil dalam kotak memberi tenaga untuk melanjutkan perjalanan ke Gunungsitoli.
Setiba di Bandara Binaka, Gunungsitoli, panitia penyambutan sangat sigap menyambut peserta. Peserta dikalungi selendang khas Sidang Raya dan diarahkan untuk menuju lokasi, sesuai dengan acara yang diikuti. Ada dua acara hari itu, Rabu (5/11), yaitu Pertemuan Raya Pemuda Gereja di Sirombu, Nias Barat, dan Pertemuan Raya Perempuan Gereja di Teluk Dalam, Nias Selatan.
Selain panitia penerima, ada para pemuda dan pemudi yang menjadi Pandu Sidang Raya. Mereka dengan sigap menolong peserta untuk mengarahkan ke bus-bus DAMRI. Kepanitiaan lokal ditangani empat sinode gereja setempat, Banua Niha Keriso Protestan, Angowuola Masehi Indonesia Nias, Orahua Niha Keriso Protestan, dan Angowuola Fa Awosa Kho Yesus, dan juga pemerintah daerah setempat. Mereka mengerahkan segala sumber daya untuk menyukseskan acara akbar ini.
160 Pandu
Sozanolo Daeli, koordinator Pandu PRPG mengungkapkan ada lebih dari 160 pandu yang bertugas di seluruh Nias. “Untuk PRPG, ada 60 pandu. Sebanyak 35 orang berasal dari pandu lokal Nias Barat dibantu pandu PGI pusat 25 orang,” kata guru SMK Negeri Lahömi itu, Kamis (6/11). Ia mengambil izin khusus untuk menangani PRPG ini.
Para pandu, selain menolong peserta acara di lokasi, juga mengantarkan peserta dari Bandara Binaka hingga ke lokasi, dan menolong peserta menuju tempat bermalam setelah acara selesai. Para peserta diinapkan di keluarga-keluarga warga gereja setempat. Juga, ada petugas yang menyediakan logistik bagi peserta.
Daeli menjelaskan, para pandu itu dilatih selama dua bulan sebelum diterjunkan untuk mengawal acara PGI dari sejak Pra-sidang hingga selesai Sidang Raya. “Walaupun pekerjaan berat, para pandu itu selalu ingat SSM, setia sabar melayani. Itu motto kami,” kata dia.
Memang, pekerjaan mereka cukup berat karena peserta datang mengalir dan jarak dari Bandara Binaka ke Sirombu, misalnya, perlu tiga jam perjalanan dengan kondisi jalan rusak. Semoga mereka terus bugar dan ceria untuk melayani di Sidang Raya ini.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...