WCC Ajak Umat Renungkan Makna Kehancuran Gereja Armenia
DEIR ZOR, SATUHARAPAN.COM – Di tengah serangan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) yang baru-baru ini menyebabkan kehancuran gereja Armenia dan peringatan genosida di Deir Zor, anggota staf Dewan Gereja Dunia (WCC) mengajak orang Kristen dan komunitas agama lain di wilayah tersebut merefleksikan makna insiden itu pada Rabu (5/11).
Gereja Armenia yang dibangun pada akhir 1980-an telah diserang oleh NIIS pada 21 September lalu.
Sekretaris Umum WCC Pdt Dr Olav Fykse Tveit Telash mengutuk serangan NIIS terhadap gereja Armenia dalam suratnya yang ditujukan kepada kepala gereja anggota Armenia.
"Kami paham kehancuran bangunan gereja ini pada akhir September lalu tidak hanya mengarah ke peringatan ulang tahun ke-100 genosida Armenia, tetapi juga pada ulang tahun ke-23 kemerdekaan Armenia,"kata Tveit.
Sementara itu, Program Eksekutif WCC Dr Clare Amos menganggap serangan terhadap gereja ini telah menghadapkan orang-orang Armenia terjebak dalam penderitaan.
"Serangan ini terjadi di tempat yang memiliki makna sejarah dan politik, ini seperti sebuah kesengajaan untuk mengirim sinyal tertentu ke Armenia, "kata Amos.
Namun, insiden semacam itu tidak dipisahkan dari realitas perang menurut Michel Nseir, program eksekutif WCC khusus Timur Tengah. Nseir mengatakan serangan itu telah meruntuhkan bangunan dan monumen yang memiliki nilai historis untuk berbagai pemeluk agama, termasuk Kristen.
Masyarakat dan Ekstremisme Agama
Nseir mengatakan penderitaan orang Kristen merupakan bagian dari penderitaan seluruh penduduk yang terkena dampak kekerasan militer dan ekstremisme agama.
Untuk mengakhiri ekstremisme agama, Nseir mengatakan, solusinya harus bersifat inklusif. "Perdamaian dan keadilan diinginkan oleh semua orang di Timur Tengah. Ketika visi ini tercapai, orang Kristen serta kelompok-kelompok agama lain akan hidup dengan martabat dan kebebasan di negara mereka, "katanya.
Nseir mengatakan visi gereja-gereja Timur Tengah ini selalu ditegaskan oleh WCC.
"Gereja menyerukan perdamaian dan keadilan bagi semua orang serta bekerja untuk rekonsiliasi dan penyembuhan,"ujar Nseir.
Gereja-gereja telah memfasilitasi dialog serta mengkoordinasikan upaya kemanusiaan dan bantuan di tengah-tengah konflik untuk mengurangi penderitaan yang disebabkan oleh perang. Pada Agustus lalu, staf WCC mengunjungi wilayah Kurdistan Irak pada bulan Agustus dan menyoroti situasi hak asasi manusia di wilayah tersebut.
Nseir mencatat bahwa beberapa negara di Timur Tengah telah diperintah oleh rezim totaliter, diktator militer, atau penguasa dinasti.
"Sebuah transformasi yang membawa perubahan positif akan memakan waktu," katanya.
"Harapan saya terletak pada orang-orang muda. Ketika mereka memilih untuk tinggal di negara mereka dan bekerja untuk transformasi itu, visi perdamaian dan keadilan menjadi mungkin dicapai,” Ia memungkasi. (oikoumene.org)
Editor : Eben Ezer Siadari
Kamala Harris Akui Kekalahan Dalam Pilpres AS, Tetapi Berjan...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, menyampaikan pidato pe...