Klaten Gelar Festival Tandur Energi
KARANGDOWO, KLATEN, SATUHARAPAN.COM - Festival Tandur Energi sejatinya untuk menyiapkan energi hijau guna mengembangkan pertanian organik. Kegiatan itu sudah seharusnya berlanjut sehingga alam yang lebih hijau dan pengurangan pemanasan global dapat menjadi kenyataan.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Bupati Klaten, Sri Hartini saat membuka kegiatan itu siang tadi Selasa (3/9) di Desa Karangwungu, Klaten Jawa Tengah. Acara yang berbentuk festival ini digelar selama dua hari (3-4/9) merupakan hasil inisiatif kelompok Tani Manunggal Lestari.
Kabupaten Klaten dikenal sebagai daerah lumbung pangan di Jateng yang berkontribusi pada peningkatan produksi padi nasional. Selama ini roda perekonomian Klaten bergantung pada pektor pertanian. “Separo luas wilayah Klaten berpotensi untuk pengembangan sektor pertanian, Tapi itu tidak mudah banyak kendala,” kata Ibu Wabub.
“Bupati ikut mengapreasi langkah desa karangwungu dan kelompok tani manunggal lestari mengadakan festival tandur,” ujar Sri Hartini mewakili Bupati Klaten yang sedang tugas dinas. Harapannya kesadaran kita bersama dan masyarakat Karangwungu khususnya dan yang hadir untuk mengurangi pemanasan global dapat meningkat. Kesadaran ini hendaknya dimiliki oleh segala lapisan masyarakat himbau Sri Hartini.
Selain itu kesadaran tersebut dapat meningkatkan produktifitas baik kualitas dan kuantitas pertanian. Nantinya juga diharapkan ikut meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan para petani. “Semoga semua ini mendapat ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala,” kata Sri Hartini sambil membuka acara yang juga dihadiri Kepala Dinas Pertanian Klaten, Wahyu Prasetyo.
Masih senada, pada perhelatan ini Camat Karangdowo, Agus Suprapto berharap bahwa pemanfaatan energi lestari tersebut dapat mengasilkan produk pertanian organik dari Karangdowo. “Diawali dengan kita kembali ke tempo dahulu yaitu memanfaatkan energi lestari,” ungkap Agus dalam sambutannya. Festival ini merupakan upaya mengingatkan kembali proses pelaksanaan pertanian.
Manunggal Lestari
Kelompok Manunggal Lestari adalah kelompok tani organik Desa Karang Wungu, Klaten Jawa Tengah memiliki fokus budidaya padi organik. Alasannya, faktor ekologi tanah dan faktor ekonomi petani. “Kami ingin mengembalikan unsur hara dari tanah yang sudah rusak,” tukas Ketua Panitia Festival Tandur Energi, Tasmono.
Tasmono yang sekaligus sekretaris Manunggal Lestari menambahkan bahwa dari sisi ekonomis produk pertanian organik bernilai lebih tinggi. “Biaya produksi pertanian organik juga lebih rendah,” tutup petani itu.
Manunggal Lestari juga memperkenalkan dirinya dengan mengejak peserta festival berkunjung ke lahan pertanian. Lokasi yang didatangi antara lain sebuah rektor biogas dari kotoran sapi bank benih milik kelompok.
Bank benih itu berisi bibit padi yang akan ditanam dengan SRI (Rice Integrated System). Sistem yang menanam padi dengan jarak tanam sekitar 25-30 cm dan tiap lubang tanam hanya untuk satu benih induk. Hal ini dipercaya untuk meningkatkan anakan rumpun padi jelas peserta sekaligus petani asal Desa Lembu Salatiga, Solikin.
Selanjutnya melihat persawahan SRI yang terdapat rumah burung hantu atau disebut Rubuha. Jenis burung hantu yang dipelihara adalah Tyto Alba. Burung itu dipercaya dapat menjadi pengendali alami hama tikus yang sering menyerang areal sawah. Pemanfaatan Tyto Alba ini hasil pembelajaran dari Kades Tlogoweru Demak, Soetedjo.
Pendidikan dan Hiburan Rakyat
Para peserta dan masyarakat yang ikut meramaikan festival disuguhi kegiatan yang bermuatan pendidikan. Mulai dari seminar mengenai Energi Lestari yang diisi oleh staf ESDM Jawa Tengah, Soeseno MT. Disusul diskusi bertema pengembangan energi dan kewirausahaan dari Yayasan Rumah Energi, William. Terakhir ditutup dengan bagi pengalaman energi terbarukan melalui biogas oleh anggota Yayasan Kristen Trukajaya (YKT), Teguh Pambudi.
Tak ketinggalan pentas Reog dan Jaran Kepang juga ditampilkan untuk menghibur para hadirin. Seorang seniman dari Surakarta, Mbah Lawu mengawali pentas itu dengan ritual pembacaan doa-doa berbahasa Jawa. Tak lupa disertai dengan memainkan wayang berbahan limbah yang disebut Wayang Eling (Pengingat) atau wayange lingkungan. Uniknya, dalam pentas itu tidak ada unjuk kebolehan olah kanuragan seperti memakan pecah belah dan kesurupan.
“Melalui acara itu kami ingin mengajak masyarakat untuk menyadari akan apa yang dilakukan, bahwa bertani itu tidak terpisah dengan alam” seksi acara festival itu, Raditya menjelaskan pada satuharapan.com. Sampai berita ini diturunkan acara dilanjutkan dengan kesenian Hardoh dan Wayang Beber Welingan dikawal oleh Mbah Lawu. Alih-alih festival semacam ini tergolong upaya lokal untuk memerangi pemanasan global.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...