KNKT Laporkan Kronologi Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182
Ada masalah pada tuas pengatur tenaga mesin, sehingga terjadi ketidakseimbangan dorongan.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Pesawat Sriwijaya Air yang jatuh bulan lalu menewaskan 62 orang mengalami ketidakseimbangan dalam dorongan mesin yang akhirnya membuat pesawat berbelok tajam dan kemudian menukik dan jatuh ke laut, menurut sebuah laporan pendahuluan oleh penyelidik pada hari Rabu (10/2).
Ketika pesawat Boeing 737-500 yang berusia 26 tahun mencapai ketinggian 8.150 kaki (2.484 m) setelah lepas landas, tuas pengatur tenaga mesin (throttle) sebelah kiri bergerak mundur (tenaga berkurang), sementara tuas kanan tetap di posisi semula, kata Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dalam laporannya.
“Kami tidak tahu patah atau tidak, tapi ada anomali karena kiri bergeser jauh ke belakang, kanan seolah tidak, macet,” kata penyidik ââKNKT Nurcayho Utomo, kepada wartawan tentang throttle tersebut.
Pada sekitar 10.900 kaki, autopilot melepaskan diri dan pesawat berguling ke kiri lebih dari 45 derajat dan mulai menukik, menurut laporan itu. Kecelakaan Sriwijaya adalah kecelakaan maskapai besar ketiga di Indonesia dalam waktu enam tahun terakhir.
Ada dua masalah sebelumnya yang dilaporkan dengan sistem autothrottle yang secara otomatis mengontrol tenaga mesin berdasarkan catatan pemeliharaan, tetapi masalah tersebut telah diperbaiki pada 5 Januari, empat hari sebelum kecelakaan, kata KNKT.
Autothrottle yang berfungsi tidak diperlukan agar pesawat dapat diberangkatkan karena pilot dapat mengontrol tuas dorong secara manual dengan tangan mereka.
Perekam suara kokpit pesawat yang dapat membantu penyelidik memahami tindakan yang dilakukan oleh pilot, yang keduanya berpengalaman selama 17.900 jam penerbangan untuk kapten dan 5.100 jam untuk perwira pertama.
Masalah Tuas Pengatur Tenaga mesin
KNKT memaparkan detik-detik sebelum jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu dalam rilis yang disampaikan ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono. Disebutkan bahwa pada tanggal 9 Januari 2021, pesawat udara Boeing 737-500 registrasi PK-CLC, diawaki oleh dua pilot, empat awak kabin dan membawa 56 penumpang. Pada pukul 14.36 WIB, pesawat berangkat dari Bandar Udara Soekarno-Hatta di landasan pacu 25R.
Setelah tinggal landas, pesawat terbang mengikuti jalur keberangkatan yang sudah ditentukan sebelumnya (ABASA 2D). Kemudian Flight Data Recorder (FDR) merekam sistem autopilot aktif (engage) di ketinggian 1.980 kaki.
"Setelah tinggal landas mengikuti jalur keberangkatan. Kemudian FDR mencatat FDR di ketinggian 1.980 kaki," kata Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo dalam konferensi pers secara virtual.
Pada saat melewati ketinggian 8.150 kaki, tuas pengatur tenaga mesin (throttle) sebelah kiri bergerak mundur (tenaga berkurang) sedangkan yang kanan tetap. Kemudian pada pukul 14.38 WIB, karena kondisi cuaca, pilot meminta kepada pengatur lalu lintas udara (ATC) untuk berbelok ke arah 075 derajat dan diizinkan.
"Pada ketinggian 8.150 kaki, throttle atau tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri bergerak mundur, kata Nurcahyo. Tenaga mesin atau putaran mesin juga ikut berkurang, sedangkan mesin sebelah kanan tetap," katanya.
Kemudian ATC memperkirakan perubahan arah tersebut akan membuat SJ-182 berpapasan dengan pesawat lain yang berangkat dari Landas Pacu 25L dengan tujuan yang sama. Oleh karena itu ATC meminta pilot untuk berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki.
Komunikasi Terakhir
Pukul 14.39.47 WIB, ketika melewati 10.600 kaki dengan arah pesawat berada di 046 derajat, pesawat mulai berbelok ke kiri. Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur sedangkan yang kanan masih tetap.
ATC memberi instruksi untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki dan dijawab oleh pilot pukul 14.39.59 WIB. Ini adalah komunikasi terakhir dari SJ-182 pada pukul 14.40.05 WIB, FDR merekam ketinggian tertinggi pesawat Sriwijaya yaitu 10.900 kaki.
"Ini adalah komunikasi terakhir yang terekam di rekaman komunikasi pilot di ATC Bandara Soekarno Hatta," ucapnya
Kemudian Pesawat mulai turun, autopilot tidak aktif (disengage) ketika arah pesawat di 016 derajat, sikap pesawat posisi naik (pitch up), dan pesawat miring ke kiri (roll). Tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali berkurang sedangkan yang kanan tetap.
Pukul 14.40.10 WIB, FDR mencatat autothrottle tidak aktif (disengage) dan sikap pesawat menunduk (pitch down). “Sekitar 20 detik kemudian, FDR berhenti merekam data,” katanya.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...