Koalisi Anti Mafia Hutan Sumbang Buku Lingkungan untuk Hakim Parlas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Anti Mafia Hutan membuat gerakan pengumpulan buku untuk disumbangkan kepada Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Parlas Nababan, terkait putusan sidang yang menolak gugatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Penolakan PN Palembang terhadap gugatan kementerian tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakadilan bagi korban kebakaran hutan dan lahan serta tidak pro terhadap kelestarian dan penegakan hukum dibidang lingkungan hidup.
Dalam catatan Koalisi Anti Mafia Hutan setidaknya ada beberapa kejanggalan dalam pertimbangan Hakim PN Palembang yang akhirnya memenangkan pihak korporasi. Salah satunya adalah majelis hakim lalai memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang kehutanan tentang pertanggungjawaban pemegang konsesi. Kedua, majelis hakim memiliki pemahaman yang sempit tentang kerugian akibat kerusakan hutan dan lalai memperhatikan peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi terkait. Dan ketiga, hakim dinilai telah nyata-nyata tidak memahami konsep lingkungan hidup dan teknis kehutanan.
Berdasarkan catatan tersebut, Koalisi Anti Mafia Hutan meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk mempercepat penuntasan perkara dugaan pidana pembakaran hutan dan lahan. Selain itu memerintahkan KLHK untuk menggugat perdata perusahaan lain yang diduga terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di tahun 2013, 2014, dan 2015.
Selain kepada Presiden, Koalisi Anti Mafia Hutan juga meminta kepada Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim PN Palembang Parlas Nababan dan memerintahkan Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan untuk menunjuk hakim yang memiliki sertifikasi lingkungan dalam memeriksa banding perkara KLHK dan pihak korporasi. Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan sebaiknya mengabulkan gugatan yang diajukan oleh KLHK sebagai bentuk dukungan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup.
Koalisi Anti Mafia Hutan juga melakukan upaya dalam keterangan pers yang disampaikan di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, hari Rabu (6/1), diantaranya melaporkan majelis hakim PN Palembang yang menolak gugatan KLHK ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik. Selain itu melakukan eksaminasi terhadap putusan PN Palembang dalam perkara KLHK dan korporasi yang melibatkan guru besar, akademisi yang dinilai kredibel. Pernyataan itu disampaikan oleh Koalisi Anti Mafia Hutan yang tergabung dari sejumlah lembaga diantaranya yang hadir, Aradila Caesar dari ICW, Sahrul (AURIGA), Elizabeth Napitupulu dari Publish What You Pay (PWYP) dan Amir Mahmud dari Sajogyo Institute.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...