Koalisi Negara-negara Pasifik untuk Papua Bertemu di Hawaii
HONOLULU, SATUHARAPAN.COM - Sebuah koalisi sejumlah negara-negara Pasifik untuk Papua yang diprakarsai oleh Perdana Menteri Kepulauan Solomon akan menyelenggarakan pertemuan resmi untuk pertama kalinya di Honolulu, Hawaii, disela-sela acara World Conservation Congress of International Union for Consevation of Natire (IUCN).
PM Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, yang telah berangkat ke Honolulu pada hari Minggu (28/8), mengatakan pertemuan koalisi yang bernama Pacific Coalition on West Papua (PCWP) merupakan kelanjutan dari pertemuan perkenalan di Suva, Fiji, belum lama ini, di sela-sela Pacific Islands Development Forum ke-4.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sekretariat pers PM Kelupauan Solomon, tujuan dari pertemuan itu adalah untuk memperluas jejaring advokasi atas isu Papua, diluar sekat blok Melanesian Spearhead Group (MSG) untuk menjangkau wilayah Pasifik yang lebih luas. Tujuan dari advokasi ini adalah untuk menekan PBB agar melakukan intervensi di Papua.
Sogavare mengatakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ini merupakan inisiatifnya sendiri sebagai PM Kepulauan Solomon sekaligus ketua MSG. keanggotaan koalisi saat ini terdiri dari Kepulauan Solomon, Republik Vanuatu, Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS) dan Gerakan Serikat Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Di luar itu, menurut kantor sekretariat pers PM Kepulauan Solomon, perwakilan dari pemerintah Republik Kepulauan Marshall dan Kerajaan Tonga yang menghadiri pertemuan pendahuluan telah menunjukkan dukungan.
Hasil pertemuan ini diperkirakan akan memberi warna pada pertemuan pemimpin negara-negara Pasifik yang tergabung dalam Pacific Islands Forum (PIF) di ibukota negara Federasi Mikronesia, Pohnpei, pada 7 September mendatang, karena isu Papua diharapkan akan mengemuka.
Juni lalu di Suva, Sub Komite Regionalisme atau Specialist Sub-Committee on Regionalisme (SSCR) PIF menyatakan telah menerima sebanyak 47 proposal isu yang diusulkan untuk dibahas di forum tersebut. Dari 47 proposal, isu pelanggaran HAM dan dan penentuan nasib sendiri Papua menjadi yang paling banyak dan dominan. Isu Papua mencapai 13 proposal, sementara sisanya terdiri dari berbagai macam isu.
"Ada 47 proposal yang diajukan dalam kerangka Regionalisme tahun ini, dan seperti tahun lalu, SSCR akan membahas setiap usulan," kata Willy Kostka, perwakilan masyarakat sipil di SSCR.
Sebagai catatan, PIF adalah sebuah forum yang beranggotakan negara-negara dan wilayah di Pasifik Selatan. Anggota-anggotanya adalah (anggota penuh) Australia, Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, dan Samoa. Sedangkan associate member: Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau, Wallis and Futuna, American Samoa, PBB, Timor Leste, Guam, North Marina Islands, ADB, Commonwealth of Nation dan WCPFC.
Laporan dan rekomendasi itu juga akan disampaikan sebagai bagian dari agenda pertemuan pemimpin PIF.
Berdasarkan penelusuran satuharapan.com dari dokumen yang ada di situs PIF, isu-isu menyangkut Papua yang diusulkan untuk dibahas adalah topik-topik sebagai berikut:
Pertama, Pelanggaran HAM dan Penentuan Nasib Sendiri bagi Penduduk Asli Papua (Human Right Violation and Self Determination for Indigenous People from Papua). Isu ini diangkat oleh .Yoseph Novaris Wogan Apay, yang beralamat di Merauke, Papua.
Proposal ini menyatakan bahwa PIF telah merekomendasikan adanya tim pencari fakta terhadap pelanggaran HAM di Papua. Namun karena pemerintah RI menolaknya, proposal ini meminta PIF membawa masalah ini ke Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kedua, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Papua (Truth and Reconciliation Tribunal for West Papua) , diusulkan oleh West Papua Project, Centre for Peace and Conflict Studies, The University of Sydney.
Proposal ini meminta agar PIF mendorong pemerintah RI membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Papua.
Ketiga, Mengakui Papua menjadi bagian dari Pacific Islands Forum, diajukan oleh Sisters of St Joseph Justice Network. Proposal ini menyebutkan bahwa tim pencari fakta yang direkomendasikan oleh PIF ke Papua belum juga terlaksana. Proposal ini mendesak agar PIF mendorong pelaksanaannya. Selain itu, diusulkan pula agar representasi rakyat Papua diberi tempat pada pertemuan pemimpin PIF pada September mendatang untuk mendengarkan suara mereka.
Keempat, Penetapan Perwakilan Khusus PBB untuk Menginvestigasi Pelanggaran HAM di Papua (Appointment of UN Special Representative to Investigate Human Rights Violations in West Papua). Proposal ini diajukan oleh Pacific Islands Association of Non-Governmental Organisations (PIANGO).
Kelima, Pelanggaran HAM di Papua (Human Rights Abuses in West Papua), diajukan oleh Dale Hess.
Keenam, Status dan Dukungan HAM bagi Rakyat Papua, (Status and Human Rights Support for West Papua) diajukan oleh Catherine Delahunty, dari Partai Hijau, Selandia Baru.
Ketujuh, Dukungan Terhadap Rakyat Melanesia Papua di PIF dan di PBB (Melanesian Peoples of West Papua – Support at the Pacific Island Forum and at the United Nations), diajukan oleh David Jhonson.
Kedelapan, Papua: Perlunya PIF Mengangkat Isu Ini di PBB (West Papua: the need for the PIF to take the issue to the United Nations), diajukan oleh Dr Jason MacLeod, Coordinator of Pasifika, sebuah LSM berbasis di Vanuatu dan Australia.
Kesembilan, PIF Mengambil Langkah Membawa Isu HAM Papua di UNGA dan UNHRC (The PIF to Take Action on Human Rights in West Papua at the UNGA and the UNHRC), diajukan oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane.
Kesepuluh, West Papua - Cause for Concern, diajukan oleh Australia West Papua Association, Sydney.
Kesebelas, Papua dalam Agenda PBB (West Papua on the United Nations Agenda), diajukan oleh Jane Humpreys.
Keduabelas, Isu HAM di Papua harus Menjadi Prioritas (Human Rights Issues in West Papua to be Prioritised), diajukan oleh Marni Gilbert, West Papua Action Auckland dan Leilani Salesa, Oceania Interrupted .
Ketigabelas, Papua: Perlunya PIF Membawa Isu Ini ke PBB (West Papua: the Need for the PIF to Take the Issue to the United Nations), diajukan oleh Thomas Dick, direktur Further Arts.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...