Koalisi “Rakyat Tidak Jelas” Gelar Aksi Selamatkan KPK
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Sejumlah orang yang terdiri dari para aktivis antikorupsi serta masyarakat umum menggelar aksi unjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DPRD DIY). Selain orasi, aksi yang berlangsung pada Minggu (8/2) ini juga dilanjutkan dengan longmarch dari DPRD DIY menuju Titik Nol Kilometer.
“Koalisi Rakyat ‘Tidak Jelas’” ini menggelar aksi yang bertajuk “Aksi Selamatkan KPK, Berantas Korupsi, Lawan Koruptor!”. Dalam aksinya, massa menyampaikan sejumlah tuntutan, yaitu penghentian segera kriminalisasi komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemilihan dan pengangkatan Kapolri yang bersih, menonaktifkan Kabareskrim yang ditengarai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan bertindak cepat dan tegas dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Kami menyerukan kepada DPR RI, Polri, Kompolnas, dan seluruh aparat-pejabat negara di eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk menjunjung penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM dengan mewujudkan mandat rakyat untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ujar Sarli Zulhendra, Koordinator “Aksi Selamatkan KPK, Berantas Korupsi, Lawan Koruptor!”
Sarli menambahkan bahwa meskipun dalam kajian Transparency International, Indonesia masih termasuk ke dalam kategori negara korup, upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK patut mendapatkan apresiasi. Pasalnya, KPK mampu masuk ke dalam lembaga-lembaga yang dinilai banyak dibelenggu oleh para pejabat korup dan menyeret para koruptor tersebut hingga ke ranah pengadilan.
“KPK hadir menjadi benteng pemberantasan korupsi, menjadi kepercayaan dan harapan rakyat,” kata Sarli.
Di sisi lain, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Syamsudin Nurseha menyoroti sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai masih belum tegas dalam upaya mencegah pelemahan KPK. Syamsuddin menandaskan bahwa dirinya menyayangkan keputusan presiden yang justru pergi ke luar negeri di tengah kisruh KPK vs Polri ini.
“Koruptor melakukan upaya balik melalui institusi, seperti kasus BG yang diindikasikan memiliki rekening gendut. Ini sebenarnya sudah masuk ke ranah obstruction of justice sehingga Jokowi sebagai presiden seharusnya melakukan tindakan perlawanan. Yang terjadi sebaliknya, di tengah kisruh KPK vs Polri ini, presiden justru lebih memilih kunjungan ke luar negeri dan kurang melakukan tindakan tegas, seperti mengeluarkan SP3 untuk kasus BW dan menghentikan penyelidikan pada kasus AS dan AP,” ungkap Syamsudin.
Editor : Eben Ezer Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...