Komentar Ayahnya tentang Algojo ISIS, Jihadi John
KUWAIT, SATUHARAPAN.COM - Ayah Jihadi John, pria yang tampil sebagai algojo dalam video ISIS ketika memenggal kepala tahanan, menyebutkan anaknya sebagai "anjing, hewan dan teroris." Demikian dilaporkan Daily Telegraph, hari Selasa (3/3).
Jihadi John yang nama aslinya Mohammed Emwazi, pria warga Inggris berdarah Kuwait, pernah meminta izin pada ayahnya untuk berjihad di Suriah pada 2013. Namun ayahnya, Jassem Emwazi, 51 tahun, mengatakan kepada anaknya itu bahwa dia berharap dia akan terbunuh.
Pernyataan Emwazi pada anaknya itu disampaikan secara lugas dalam percakapan telefon dengan bantuan seorang sahabatnya untuk menjelaskan dia absen dalam pekerjaannya sebagai penjaga toko di supermarket Cooperative di daerah pedesaan sekitar 12 kilometer dari perbatasan Kuwait dengan Irak.
Sahabatnya itu, Abu Meshaal, 40 tahun, mengatakan Emwazi menangis selama percakapan pada hari Senin (2/3) itu. Dia menggambarkan identifikasi anaknya sebagai algojo dengan penutup kepala yang tampil di video pemenggalan tujuh orang sandera dari Inggris, Amerika Serikat dan Jepang, dan hal itu sebagai "bencana" bagi keluarganya.
"Dia sangat emosional dan menangis sepanjang waktu," kata Meshaal. "Dia berkata, 'anak saya adalah anjing, dia adalah hewan, teroris.’ Dia mengatakan telah berbicara dengannya dan banyak berusaha membujuknya untuk kembali ke kehidupan pribadinya, tetapi anak itu tidak mendengarkan dia. Dia berkata, "Persetan dengan anak saya!"
Emwazi mengatakan kepada sahabatnya bahwa dia telah dengan tegas menolak permintaan putra sulungnya dalam percakapan telepon pada tahun 2013 dari Turki, ketika dia meminta restu orangtuanya untuk perjalanan jihad ke Suriah.
"Muhammad menyebut ayahnya dan berkata: Aku akan ke Suriah untuk berjihad, mohon restu dan memaafkan saya untuk segalanya," kata Meshaal. "Jassem mengatakan: Saya harap kamu mati sebelum kamu tiba di Suriah."
Sangat Malu
Emwazi diinterogasi oleh penyidik ââKuwait pada hari Minggu (1/3), dan dia mengatakan merasa sangat malu pada anaknya, dan dia tidak ingin datang untuk bekerj,a atau bahkan meninggalkan rumahnya di al-Oyoun.
"Dia mengatakan dia tidak bisa kembali bekerja, karena dia merasa begitu malu pada orang lain," kata Meshaal. "Dia duduk di rumah dan bahkan tidak bisa pergi ke masjid untuk sembahyang karena dia malu pada anaknya. Dia tidak ingin orang melihat dia, sehingga dia sembahyang di rumah."
Disebutkan bahwa Meshaal telah menyampaikan komentar bahwa Emwazi menyatakan keprihatinan tentang anaknya jauh sebelum identitasnya sebagai pembunuh dikenal secara internasional.
Beberapa komentar menyebutkan tentang Mohammed Emwazi selama belajar di University of Westminster. "Yang saya tahu adalah bahwa dia berbicara tentang anaknya yang perilakunya tidak mampu dia kendalikan," kata rekannya secara anonim. "Dia sangat lelah dan terus mengulangi mengatakan anak saya bukan anak yang baik."
Pemimpin perusahaan tempat dia bekerja di Kuwait telah mengatakan kepada Emwazi bahwa dia tidak dianggap bertanggung jawab atas perbuatan anaknya, dan dia bebas untuk kembali bekerja.
Pihak berwenang Kuwait juga menyebutkan tidak keberatan dia terus bekerja di perusahaan itu yang dijalaninya sejak 3013. Dia dilaporkan tidak bekerja sejak Jumat lalu, sehari setelah pengumuman anaknya diidentifikasi sebagai Jihadi John di media internasional.
Emwazi mendapatkan gaji yang disebutkan cukup untuk kehidupannya. Dia pulang-pergi sejauh 30 mil dari rumahnya untuk bekerja di toko yang terletak di gurun, di wilayah terpencil, kata Meshaal.
Meshaal menggambarkan Emwazi sebagai orang "terhormat dan sopan" yang menggunakan kemampuannya berbahasa Inggris dalam hubungan dengan 60 pekerja dari berbagai bangsa, termasuk Bengali dan Mesir.
Dia juga mempunyai pekerjaan kedua sebagai supir, penerjemah dan pemandu bagi warga negara Kuwait yang mengunjungi London sebagai turis atau menjalani perawatan medis. Kunjungan terakhirnya ke London pada dua pekan liburan pada November 2013.
Istrinya, Ghania, tinggal di London, sementara Emwazi tinggal di Kuwait dengan putrinya, Asma, saudara perempuan dan ibunya.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...