Komisi III Nilai Penangkapan Siyono oleh Densus 88 Langgar HAM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Wenny Warouw, menilai penangkapan terhadap Siyono (39 tahun), warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri (Densus 88) pada hari Selasa (9/3) lalu merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Itu pelanggaran HAM, kalau betul-betul oknum Densus, atau pengawal yang kerja waktu itu, mungkin capek lalu melakukan kekerasan. Itu tidak boleh. Nanti ada komisi etika dari kepolisian akan memeriksa," kata Wenny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Selasa (12/4).
Penahanan terduga teroris Siyono oleh Densus 88 Polri dipermasalahkan. Densus 88 diduga melanggar HAM dan menyalahi penangkapan, yang mengakibatkan Siyono meninggal dunia.
"Kami juga masih tanda tanya, kok mengawal tahanan saja bisa mati. Bagaimana ya, kecuali kalau pada waktu penggerebakan. Tetapi, kalau sudah mengawal lalu mati, itu tanda tanya besar. Wajar kalau pihak PP Muhammadiyah menanyakan seperti itu," kata dia.
Selain itu, kata Wenny, sesuai informasi, keluarga Siyono mendapatkan santunan sebesar Rp 100 Juta.
"Informasinya begitu. Ingat, kita ini orang Timur. Mungkin itu santunan dari pribadi, bukan dari kesatuan. Itu hanya informasi. Nanti kita tanya sama Densus 88 atau kepolisian, memberi uang 100 juta itu untuk damai, kira-kira begitu. Tentu tidak boleh. Masakan dengan 100 juta informasinya yang minuss menjadi plus. Tidak begitu," dia mengibaratkan.
Saat disinggung seperti apa DPR membenahi Densus 88, Wenny menjelaskan bahwa pada hari Selasa (12/4) ini, DPR akan menetapkan susunan keanggotaan Pansus RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Pidana Terorisme.
"Hari ini kita akan meresmikan supaya masuk dalam Prolegnas. UU Terorisme ini masih banyak kekurangan, terutama seperti pelaksanaan, dan waktu penangkapan, kurangnya waktu penahanan dibandingkan acara pidananya. Ini yang kita persoalkan acara pidananya. Upaya-upaya terasa kurang. Belum selesai diperiksa, waktunya sudah habis, pada akhrinya bebas demi hukum. Nah, itu tidak dikehendaki oleh para pelaksana. Maka itu kita akan kaji perubahan UU itu," kata dia.
Editor : Sotyati
Kamala Harris Akui Kekalahan Dalam Pilpres AS, Tetapi Berjan...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, menyampaikan pidato pe...