Komisi VIII Dorong Dana Sertifikasi Halal Diaudit
JAKARTA,SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher akan mendorong dana sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk diaudit.
“Kita akan dorong untuk untuk diaudit,” kata Ali Taher di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (20/10).
Sebelumnya pada hari Kamis (24/10/2014) DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Dengan demikian dana sertikasi halal itu harus terbuka kepublik.
“Prinsip dasarnya kan sudah ada UU produk halal kalau sudah menjadi UU menjadi terbuka dong untuk publik,” kata dia.
Ali mengatakan dengan UU JPH itu artinya milik publik maka dengan itu harus terbuka, terkait dengan teknis pelaksannaya MUI harus koordinasi dengan lembaga terkait.
“MUI itu memiliki otoritas untuk itu harus di ketahui oleh publik, soal UU JPH tinggal teknis pelaksanaannya yang perlu koordinasi dengan mitra kerja sehingga keberlanjutan dari proses pengawasan produk halalnya itu terjaga,” kata dia.
Untuk pengawasan, kata Ali jangan sampai ada barang-barang yang sudah dilepas di pasar ternyata menggunakan lebel halal tapi tidak terpantau oleh MUI dan tidak pernah mengurus izinya.
“Maka harus kerja sama dengan BPOM dan lembaga-lemabaga terkait, kerjasama dengan DPR untuk pengawasan yang berlanjut itu yang paling penting," kata dia.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengatakan tidak masalah dana sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI diumumkan ke publik.
“Dana Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI tidak masalah diumumkan ke publik, berarti perusahan-perusahan yang bersertifikasi juga harus diumumkan biar tahu, kemudian kalau diumumkan lebih bagus,” kata Ma'ruf Amin di Gedung MUI, Jakarta Pusat, hari Selasa (21/6).
Sebelumnya Prof Dr Ibnu Hamad, MSi Wakil Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia menganggap biaya sertifikasi halal bukan informasi publik. Sehingga laporan keuangannya tidak perlu dibuka ke publik.
“Menurut saya, itu masuk kategori jasa,” kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini, Selasa (26/4) dalam diskusi media “Penguatan Keterbukaan Informasi Badan Publik Non-negara”. Diskusi yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP). Diskusi ini sebagai bagian dari sosialisasi penerapan Undang-Undang No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini wajib dilakukan oleh lembaga negara/pemerintah dan lembaga non-pemerintah.
Menurut undang-undang tersebut definisi organisasi non-Pemerintah adalah organisasi yang sebagian atau seluruh sumber dananya dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, atau luar negeri. Hamad mengakui kalau sebagian sumber dana MUI berasal dari bantuan sosial melalui Kementerian Agama. Yang berarti berasal dari APBN. Dari definisi itu MUI adalah lembaga publik.
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...