Komisi VIII DPR Periksa Sarana Madrasah di Kalsel
BANJARBARU, SATUHARAPAN.COM – Komisi VIII DPR RI memantau pemenuhan sarana dan prasarana madrasah di Provinsi Kalimantan Selatan.
Wakil Ketua Komisi VIII Abdul Malik Haramain menanyakan masalah sertifikasi, inpassing guru atau pengangkatan guru bukan PNS menjadi PNS, serta Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“'Kedatangan kita disini ingin berdiskusi tentang tiga hal, yaitu tentang Kartu Indonesia Pintar (KIP), sertifikasi dan inpassing guru apakah sudah berjalan dengan baik dan lancar,” kata Abdul Malik Jumat (17/2).
Rombongan komisi VIII menuju Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Martapura untuk meninjau langsung sarana dan prasarana madrasah serta melihat langsung proses belajar mengajar. Dalam kesempatan itu, para legistalotor ini juga menyempatkan diri berbincang dengan beberapa siswa dalam kelas. Kunjungan selanjutnya adalah ke madrasah yang ada di Pondok Pesantren Darul Ilmi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Selatan, Noor Fahmi menegaskan sertifikasi diberikan kepada guru madrasah dan pendidikan agama yang telah memenuhi persyaratan. Terkait inpassing, dia mengakui tidak semua guru bukan PNS sudah mendapat SK.
Inpassing pada tahun 2011 belum menjangkau semua, sehingga ada susulan tambahan pada tahun 2013 dan 2014, namun juga belum semua.
“'Direktorat Pendidikan Madrasah di Kemenag Pusat hanya membuka sekali itu saja pengusulan inpassing dan tidak ada lagi susulan berikutnya,” kata Noor Fahmi.
“Untuk pembayaran inpassing tahun 2015 dan 2016 tunjangan profesinya sudah terbayar semua. Pembayarannya di masing-masing Kab/Kota, kami di provinsi hanya melakukan pemantauan,” dia menambahkan.
Mengenai KIP, Noor Fahmi menerangkan, kuota yang diberikan bagi pondok pesantren tidak terpenuhi semuanya karena persyaratan yang cukup ketat. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Fajriannor Subhi.
Menurut Fajri, pada tahun 2015 tidak banyak santri yang mendapatkan KIP dikarenakan persyaratan yang cukup ketat, antara lain para santri tersebut harus punya akta kelahiran sesuai daerah tempat pondok dan rekomendasi miskin dari kepala desa bersangkutan. Meski demikian, pada tahun 2016, KIP yang terserap mencapai 89 persen.
Menurut Fajri, kendala distribusi lainnya adalah pihak bank penyalur KIP mempersaratkan akte kelahiran santri atau minimal keterangan kepala desa saat akan membuka rekening.
Kemenag sudah menyampaikan hal itu kepada pihak OJK, dan mereka siap membantu. Dari laporan kantor Kementerian Agama di tingkat kabupaten dan kota awal Februari 2017, saat ini sudah tidak ada masalah lagi terkait pembuatan rekening penerima KIP.
Fajri mengaku optimis distribusi KIP bagi para santri pada tahun ini akan lebih optimal. Persyaratan di tahun 2017 ini sudah tidak terlalu ketat lagi, cukup diketahui kyai pondok pesantren bahwa santri tersebut miskin. Mudah-mudahan 2017 bisa tersalurkan 100 persen,'' kata dia.
Santri Jadi Dokter
Bertemu dengan para santri, Anggota Komisi VIII Muslich memberikan motivasi bahwa saat ini terbuka bagi mereka peluang untuk kuliah kedokteran.
Menurut Muslich, Kementerian Agama saat ini tengah membuka program beasiswa yang memungkinkan para santri untuk belajar di berbagai perguruan tinggi ternama.
"Kemarin ada tiga lulusan dari (Madrasah) Aliyah yang pondok pesantren itu, yang dua masuk ke kedokteran, yang satu masuk di kuliah farmasi," kata Muslich.
Menurutnya, lulusan Madrasah Aliyah dan pesantren saat ini bisa kuliah gratis asalkan nilainya bagus. "Yang nilainya baik ini, bisa diusulkan atau tes S1 beasiswa," kata dia.
“Semoga santri-santri yang lulus dari pondok pesantren ini tidak hanya cerdas, jadi orang yang alim tapi soleh,” kata dia. (kemenag.go.id)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...