Komitmen Antikorupsi Muhammadiyah: Berjamaah Lawan Korupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah melalui Madrasah Antikorupsi mengadakan Diskusi Seri Lima Madrasah Antikorupsi “Quo Vadis KPK?, Masa Depan Pemberantasan Korupsi”, hari Senin (14/12), pukul 13.00, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Menteng, dengan pembicara Busyro Muqqodas, Mantan Ketua KPK RI, Bambang Widjianto Komisioner KPK Non-aktif, Dahnil Anzar Simanjuntak Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah/Inisiator Gerakan Berjamaah Lawan Korupsi, dan Adnan Topan Husodo, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW).
Diskusi Seri Lima oleh Madrasah Antikorupsi diselenggarakan sebagai bagian dari perhatian mereka terhadap upaya pelemahan KPK yang begitu terasa belakangan ini, terutama pada momentum KPK saat menangani kasus korupsi besar yang diduga melibatkan politisi dan aparatur hukum. KPK dipandang selalu mendapatkan kicback dan perlawanan dari pihak yang tidak senang dengan upaya pemberantasan korupsi.
“Kita prihatin dengan perkembangan terakhir di KPK, dimana secara sistematis dan verbal, pelemahan KPK sedang terjadi, salah satunya lewat revisi Undang-Undang KPK. Apabila dilihat dari gestur politik, KPK juga memiliki ‘banyak musuh’. Hal itu terjadi karena KPK merupakan lembaga yang mendorong Indonesia menjadi lebih baik dan bersih dari tindak korupsi. Sudah barang tentu, langkah-langkah yang baik pasti memiliki banyak pendukung, tetapi tidak menutup kemungkinan memiliki banyak musuh, yaitu pihak-pihak yang memiliki ‘kepentingan hitam’ di dalamnya. Saat ini sedang berlangsung ‘penganiayaan politik’ terhadap langkah kerja KPK, KPK bisa diibaratkan sebagai pendekar baik, maka pihak lawannya adalah pendekar jahat, ada persekongkolan pendekar jahat untuk melawan pendekar baik saat ini. Masyarakat harus turut membentengi KPK agar tetap berada di posisinya, untuk tetap tegak pada misi utamanya yaitu memberantas korupsi di negara ini,” kata Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ketika membuka diskusi.
Dikatakan Dahnil Anzar, upaya pelemahan yang mengarah pada upaya shutdown KPK dilakukan secara massif dan sistematis. Upaya melakukan delegitimasi dan kriminalisasi terhadap KPK berlanjut pada usaha pengusulan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dengan dalih ingin memperkuat kepolisian dan kejaksaan, dan karena KPK adalah lembaga adhoc sekelompok politisi DPR dari beberapa fraksi menginisiasi revisi terhadap UU tersebut. Nalar sehat publik seolah diombang-ambingkan dengan pelbagai argumentasi yang ‘miskin dasar’, bahwa inisiasi revisi UU tersebut adalah untuk kebaikan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Busyro berpandangan bahwa daripada pemerintah sibuk untuk merevisi UU KPK, lebih baik sibuk merespon pandangan-pandangan masyarakat yang dapat memberikan kontribusi positif bagi kinerja KPK ke depannya.
“Revisi UU KPK yang sedang dipaksakan saat ini harus dicurigai dan diselidiki background-nya, karena apabila tidak demikian, maka akan menjadi sesuatu yang liar dan tidak terkendali. KPK sedang dimusuhi oleh banyak pihak yang kepentingannya mulai dan telah diusik, pemerintah punya kewajiban moral dan politik untuk menyatakan stop terhadap revisi UU KPK,” Busyro menambahkan.
Adnan Topan Husodo, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), juga bersuara dalam diskusi tersebut. Dia menilai bahwa revisi UU KPK justru membangun permasalahan baru yang menghambat langkah KPK dalam memberantas korupsi. Selain itu, dinon-aktifkannya beberapa pimpinan KPK yang seolah-olah dirancang agar terjerat hukum (kriminalisasi KPK), beriringan dengan upaya dan peluang berbagai pihak untuk memasukkan orang-orang yang bisa memasukkan agenda-agenda tertentu yang itu keluar dari semangat pemberantasan korupsi. Oleh karenanya, dalam konteks itu, ICW tidak perlu membahas revisi UU KPK, karena dengan UU yang sekarang, KPK sudah mampu dan layak dalam upaya memberantas korupsi.
Bambang Widjianto dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa KPK hanyalah salah satu pilar dalam penanganan korupsi, tetapi kewajiban pemberantasan korupsi merupakan kewajiban semua orang terutama pemerintahan dan legislatif. Namun, ia menerangkan bahwa yang terjadi saat ini adalah justru kebalikannya, maka dengan begitu, mereka telah berlaku inkonstusional.
“Revisi UU KPK harus dapat meningkatkan kinerja KPK dalam memberantas korupsi, jika tidak begitu, maka revisi tidak perlu dilakukan,” kata Bambang.
Pemuda Muhamaddiyah berkepentingan untuk terus mengawal agenda ‘Berjamaah Lawan Korupsi’ sebagai salah satu bagian dari amanat Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Kota Makasar yang mendorong Indonesia maju dan bebas korupsi dengan moral tinggi sebagai syarat mutlak. Pemuda Muhammadiyah berharap lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia kuat dan diisi oleh pribadi-pribadi yang berintegritas, memiliki keanggunan moral, berani, mempunyai rekam jejak bersih, dan berkompetensi baik agar mampu memimpin upaya pemberantasan korupsi.
Editor : Bayu Probo
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...