Komnas HAM Minta Wewenang untuk Panggil Paksa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), M. Imdadun Rahman mengatakan berdasarkan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) mandat yang diberikan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang poin perbaikannya antara lain penambahan wewenang Komnas HAM sebagai sebuah lembaga pengawas untuk melakukan pemanggilan paksa.
“Komnas HAM sebagai lembaga independen berbeda dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang punya wewenang pro justicia. Memang Komnas HAM terbatas untuk melakukan pemantauan, penilaian, lalu memunculkan rekomendasi, dan kemudian mediasi yang merupakan upaya paling dekat dengan penyelesaian,” kata Imdadun dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/9).
“Tetapi memang bukan Komnas HAM yang menyelesaikan persoalan HAM, penyelesaian itu adalah kewajiban dari aparat negara, peran Komnas HAM lebih berat kepada mendorong, mendesak, mengontrol pelaksanaan dari kewajiban negara dalam pemenuhan HAM,” dia menambahkan.
Poin-poin yang akan direvisi dalam UU No. 30 tahun 1999 sebagaimana dijelaskan Imdadun antara lain, pertama, soal kedudukan Komnas HAM, kita ingin Komnas HAM disebut sebagai lembaga negara.
Kedua, terkait dengan hak Komnas HAM untuk panggil paksa, karena sebelumnya kalau Komnas HAM memanggil paksa harus minta persetujuan pengadilan dalam bentuk rekomendari dari pengadilan, ini menyebabkan proses yang terlampau rumit dan panjang.
Ketiga, undang-undang terkait pemberian wewenang kepada perwakilan Komnas HAM di daerah, selama ini mereka hanya berfungsi sebagai administratif dari pengaduan masyarakat ke Komnas HAM Pusat. Maka kiat ingin mereka juga bisa melakukan fungsi pemantauan, mediasi, kajian dan penyuluhan, tentu dengan pertanggungjawaban mereka masing-masing dari tiap daerah.
Dikatakan Imdadun, draft Naskah Akademik (NA) sudah diserahkan kepada DPR RI, serta draft revisinya juga sudah diserahkan. Kemudian beberapa waktu yang lalu Komnas HAM sudah melakukan perbaikan usulan tersebut yang tak lama lagi akan disusulkan ke DPR.
Selain itu, komunikasi informal juga sudah dilakukan pimpinan Komnas HAM dengan DPR untuk mendorong revisi UU No. 39 itu bisa segera dilaksanakan.
“Memang kami menyadari tidak mungkin pada waktu pemerintahan sekarang, karena waktunya sudah mepet. Untuk itu kami berharap kepada DPR RI periode yang akan datang,” ucapnya.
Terkait panitia khusus yang diperlukan untuk penyelesaian pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) memang urusan pemerintah, tetapi apabila Komnas HAM dimintai pendapat, maka akan merekomendasikan nama-nama di luar Komnas HAM antara lain, Safii Maarif, KH.Mustofa Bisri, Hasan Wirajuda, Zumrotin, Sinta Nuriyah Wahid, Neles Tebay, yang kesemua nama itu menurut penilaian Imdadun cukup concern terhadap isu HAM dan KBB.
Imdadun turut menyesalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan berpeluang menjadi Sekretaris Jenderal PBB.
“Pada saat beliau mau terbang ke Amerika Serikat untuk menerima penghargaan, Komnas HAM sudah menyampaikan pendapatnya dengan kritis, jadi jangan dianggap kami lembaga yang inkonsisten,” ungkap dia menyesalkan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...