Komnas Perempuan Ambil Langkah Global Penuhi Hak Perempuan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komnas Perempuan, melalui Wakil Ketua, Yuniyanti Chuzaifah, menjadi peserta pada Commission on the Status of Women (CSW) atau Komisi
Status Perempuan yang berlangsung pada 14-25 Maret di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), New York.
Commission on the Status of Women (CSW) atau Komisi Status Perempuan adalah mekanisme tahunan yang diselenggarakan oleh PBB untuk pemutakhiran dan pembaruan (update) perkembangan persoalan dan pemajuan hak perempuan dari berbagai negara, dan membangun kesepakatan global serta agenda prioritas untuk pembahasan tahun berikutnya.
Pada empat tahun terakhir, CSW banyak membahas isu Millennium Development Goals (MDG’s), Sustainable Development Goals (SDG’s), dan kekerasan terhadap perempuan menjadi tema sentral, termasuk yang dievaluasi pada CSW ke-60, yang diselenggarakan pada 14-25 Maret di markas besar PBB New York.
Pesan vital yang disampaikan oleh Ban Ki Moon (Sekjen PBB) pada pembukaan adalah bahwa perempuanlah yang menginspirasi dan mendukung Ban Ki Moon hingga menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Diskriminasi dan kekerasan dalam bentuk apapun harus dihentikan,” ujar Ban Ki Moon.
Kesaksiannya selama sembilan tahun mengunjungi banyak negara, menurutnya yang sangat memprihatinkan adalah maraknya HIV AIDS, perkosaan pada perempuan dengan orientasi seksual berbeda atas nama penyembuhan, anak-anak korban penghilangan paksa, mutilasi/sirkumsisi (sunat/ khitan) genital perempuan, selain juga masih banyak negara yang tidak punya perempuan yang duduk di parlemen, dan lainnya.
“Banyak upaya yang harus kita lakukan, laki-laki harus terlibat dan menjadi bagian dari perjuangan kesetaraan gender maupun penghapusan kekerasan terhadap perempuan, kita harus mencegah kekerasan ekstremisme, dan bicara kesetaraan terhadap perempuan, tidak ada artinya kalau perempuan tidak aktif dalam isu perdamaian dan keamanan,” kata Ban Ki Moon.
Pada akhir pidatonya, Ban Ki Moon menyerukan pada tua muda, miskin kaya, lelaki perempuan, untuk mari berhikmat membuat dunia lebih baik.
Pada kata sambutannya, Phumzile Mlambo-Ngcuka, Direktur Eksekutif UN Women, yang merupakan tokoh perempuan dari Afrika, juga menyerukan pada dunia untuk memberi perhatian pada isu populasi displacement, migrasi, Pekerja Rumah Tangga (PRT), dan sebagainya.
Kekerasan terhadap perempuan semakin bertambah ekstrim, karena bersanding dengan isu kelompok rentan lainnya.
Isu perempuan pembela HAM atau Women Human Rights Defenders (WHRD) juga diserukan untuk diakui dan dilindungi. Kasus kematian WHRD dari Honduras, Berta Caceres, pejuang perempuan, lingkungan dan masyarakat adat, yang meninggal pada tanggal 3 Maret 2016 lalu, secara khusus disebutkan sebagai peringatan besar agar tidak berulang. “Kesetaraan gender, penanganan kekerasan terhadap perempuan, harus kreatif dengan terobosan, efisien dan bijak dalam gunakan IT, media sosial maupun media tradisional, ujar Phumzile.
“Kita harus keluar dari zona nyaman untuk keluar dari masalah global ini. Kepada seluruh pihak diharapkan agar lebih serius dalam penganggaran dana untuk isu perempuan, menyediakan jaminan sosial, akses keadilan, secara khusus kepada perempuan yang mengalami kerentanan, disabilitas, pengungsi, dan lainnya,” kata Phumzile.
Di akhir pidatonya, dia memberi kesempatan pada Vanessa Anyoti, representasi perempuan dari the CSW Youth Forum, yang selama ini menggaungkan pentingnya pelibatan orang muda untuk didengar, harus ada perjuangan bebas kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, juga memastikan isu-isu tersebut masuk dalam agreed conclusions.
Direktur Eksekutif UN Women, dalam pidatonya mengatakan isu CSW Youth Forum harus mendapat perhatian dunia secara serius, karena usia 10-24 dunia telah mencapai 1,8 trilyun. Karenanya, PBB meluncurkan Youth and Gender Equality Strategy untuk menuju target SDG’s 2030. Selain itu juga akan meluncurkan the Global Database on Violence Against Women, sebagai pijakan penting untuk kerja sistematis bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan secara global.
Tentang CSW 60
Kegiatan Komisi Status Perempuan atau CSW ke-60 di PBB, New York, setidaknya diikuti ratusan negara, 1.035 NGO, dengan total jumlah peserta yang terdaftar 8.100 delegasi/peserta dari seluruh dunia. Forum penting ini diikuti para menteri, tokoh pejuang perempuan, wakil organisasi perempuan dari komunitas, tokoh agama, akademisi, dan berbagai elemen PBB.
Selain menyelenggarakan sidang-sidang formal untuk me-review perkembangan pemajuan HAM perempuan dari masing-masing negara, forum yang juga ditunggu dan diburu adalah side event, baik yang diselenggarakan oleh negara, PBB (United Nations), maupun CSO yang jumlahnya 400 lebih. Side event ini menjadi sangat ditunggu karena menjadi tempat untuk pembaharuan ide, penajaman analisa dan ruang silang belajar antar negara dan ahli.
Pada sidang formal yang diikuti delegasi dari berbagai negara, maka secara umum, kekerasan terhadap perempuan dihadapi oleh seluruh negara, dari yang maju hingga negara berkembang, dari utara maupun selatan, agamis maupun yang sekular. Yang membedakan adalah tingkat intensitas, keseriusan dan kreatifitas penanganan. Setiap tahun kekerasan semakin banyak terlaporkan, pola juga semakin beragam. Padahal perlindungan legal dan kebijakan sudah gencar diproduksi. Dana juga tidak sedikit digelontorkan pada sejumlah negara. Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan menjadi keletihan global, yang terus dievaluasi adalah dimana saja terjadi kesenjangan (gap) dan akar masalahnya.
Pada berbagai intervensi, yang berlangsung 3-5 menit dari wakil berbagai negara, yang mayoritas diwakili setingkat menteri, mulailah bermunculan ide-ide, antara lain:
1). Urgensi melakukan impact study atas regulasi pencegahan dan penanganan;
2) Penting ada pengawasan komprehensif akses keadilan, pemulihan korban dan penghapusan impunitas pelaku;
3) Politik pembiayaan dan penganggaran (financing) yang komprehensif untuk mendanai isu kekerasan terhadap perempuan, terutama negara-negara miskin, minim sumber daya (resources) juga wilayah yang terdampak konflik. Mereka ini saling berteriak minta bantuan dan dukungan internasional;
4). Aliansi global dan strategis, juga pelibatan multi entitas, bukan hanya negara, tetapi elemen strategis lain dari masing-masing negara;
5). Dukungan kelembagaan atau national machinery yang responsif dan kuat. (PR)
Editor : Bayu Probo
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...