Komnas Perempuan Menentang Eksekusi Hukuman Mati
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Azriana mengatakan pemerintah Indonesia akan melaksanakan eksekusi hukuman mati tahap III yang menyasar mereka yang terkait dengan kejahatan narkoba.
Salah satu terpidana mati yang akan dieksekusi adalah Merry Utami (MU), mantan pekerja migran sekaligus pernah menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Salah satu modus yang sering digunakan oleh sindikat narkoba adalah melakukan upaya bujuk rayu dan penipuan bagi perempuan yang direkrut menjadi korbannya. MU pun menjadi korban dari tipu daya tersebut. Saat ini MU telah menghabiskan hampir 15 tahun di penjara dan saat ini terancam dieksekusi hukuman mati," kata dia dalam jumpa pers di Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, hari Selasa (26/7).
Oleh karena itu, kata Azriana, Komnas Perempuan menyikapi rencana eksekusi hukuman mati tahap III ini.
Pertama, kata Azriana, Komnas Perempuan sangat mendukung upaya serius negara untuk memberantas narkoba hingga ke akar jaringan narkoba.
“Namun menentang solusi hukuman mati, terlebih kepada perempuan korban perdagangan orang yang dijebak dan ditipu untuk menjadi kurir narkoba," kata dia.
Kedua, lanjut Azriana Komnas Perempuan meminta negara mengkaji dan mempertimbangkan penundaan eksekusi hukuman mati, terutama pada MU yang sedang mengajukan proses grasi akibat keterlambatan pemberitahuan penolakan Peninjauan Kembali (PK).
Ketiga lanjut Azriana, Komnas Perempuan minta Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar mengabulkan upaya grasi yang tengah diajukan, khususnya oleh MU.
“Komnas Perempuan minta agar seluruh upaya hukum dapat diberikan pada terpidana mati serta agar negara tidak melakukan kelalaian yang menghilangkan nyawa orang yang seharusnya dilindungi negara," kata dia.
Keempat, kata Azriana negara harus mereformasi akses keadilan terutama perempuan yang menjadi korban.
“Negara harus memperbaiki sistem investigasi dan penanganan perempuan korban perdagangan orang yang dijebak, ditipu untuk menjadi kurir narkoba, dan negara harus menguatkan sistem bantuan hukum dan memberikan kesempatan kepada para terpidana mati terutama perempuan korban kekerasan dan perdagangan orang untuk mendapatkan akses keadilan proses hukum yang adil dan komprehensif," kata dia.
Selain itu, kata Azriana, Komnas Perempuan menyerukan kepada seluruh Aparat Penegak Hukum (APH), untuk cermat memproses hukum para perempuan yang terjebak menjadi kurir narkoba dan menghindari putusan hukuman mati untuk menghindari penistaan keadilan bagi perempuan korban.
“Komnas Perempuan menyerukan kepada semua pihak terutama media, untuk tidak membuat pemberitaan yang mereviktimasi terpidanan mapun keluargannya, karena terdakwa dan terpidana sudah cukup lama hidup dalam stigma dan trauma panjang," kata dia.
Azriana mengatakan pada tahun 2015 Indonesia telah melakukan eksekusi hukuman mati terhadap 14 orang baik Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang tersangkut dalam kasus narkoba.
“Eksekusi tersebut dilakukan dalam II tahap yaitu enam orang dieksekusi pada tanggal 18 Januari 2015 dan delapan orang pada tanggal 29 April 2015," kata dia.
Latar Belakang MU
Menurut Azriana, MU binti S, perempuan mantan pekerja migran (TKW) lahir di Sukoharjo Jawa Tengah pada 30 Januari 1974, menikah dan mempunyai dua orang anak, satu sudah meninggal.
"MU merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga, sumbernya pelaku suami yang suka minuman keras, judi dan selingkuh, dan MU dipaksa suami untuk bekerja sebagai pekerja migran di Taiwan selama dua tahun, dan menjadi tulang punggung keluarga tapi upah selama bekerja yang dikirimkan ke rumah dihabiskan oleh suami, dan akhirnya dia (MU) memutuskan berpisah dengan suami pada usia 25 tahun dan melanjutkan menghidupi anaknya dengan menjadi pekerja migran," kata dia.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...