Komnas Perempuan Optimis UU Penghapusan Kekerasan Seksual
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Usai bertemu Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) semakin optimis Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan menjadi Undang-Undang (UU).
“Presiden mendukung penuh dan meminta semua pihak agar melakukan koordinasi yang intensif agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Koordinasi intensif itu dimaksudkan Jokowi agar isi dari UU nantinya berkualitas,” ujar Azriana, Ketua Komnas Perempuan, dalam siaran pers, hari Kamis (9/6) malam.
Komnas Perempuan diundang ke Istana Negara, Jakarta, untuk membicarakan substansi dan perkembangan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sedang dibahas di DPR dengan Jokowi. Pertemuan ini merupakan respon Presiden terhadap permintaan dari Komnas Perempuan.
Pada pertemuan hari Rabu (8/6) itu, Jokowi didampingi oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise; Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa; dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Sedangkan dari Komnas Perempuan diwakili oleh Azriana; Komisioner/Ketua Subkomisi Pemulihan, Indriyati Suparno; Sekretaris Jenderal, Lily Danes; dan dari Badan Pekerja Komnas Perempuan, Chrismanto Purba dan Asmaul Khusnaeny.
Gagasan Lahirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Gagasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah dimulai sejak tahun 2012 yang diawali dengan penyusunan Naskah Akademik. Kemudian pada tahun 2014 mulai disusun Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih dalam proses perbaikan/finalisasi oleh Komnas Perempuan dan mitra jaringannya, yakni lembaga pengadalayanan.
Draft yang diserahkan dihadapan Jokowi adalah Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual progres perbaikan sampai dengan tanggal 19 Mei.
Gagasan yang mendorong lahirnya UU yang secara khusus akan mengatur tentang kekerasan seksual didasarkan pada hasil pemantauan Komnas Perempuan tentang bentuk kekerasan seksual yang semakin beragam, sementara regulasi yang ada selama ini, mengatur dengan sangat terbatas dalam melindungi korban kekerasan seksual, terutama jika korbannya perempuan dewasa.
Seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hanya mengatur definisi perkosaan dengan rumusan yang sangat sempit, serta pencabulan dan pelecehan seksual. Begitu pula perundangan khusus lainnya, seperti Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Pemberantasan Tindak Pidana dan Perdagangan Orang (PTPPO), dan Perlindungan Anak. Padahal dampak kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa sama buruknya dengan dampak terhadap anak, karena kekerasan seksual, misalnya dalam hal ini perkosaan akan berdampak sepanjang hidup korban, dan menurunkan kualitas hidup korban.
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...