Konflik Etnis di Ethiopia, 15 Orang Tewas
ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Setidaknya 14 warga sipil dan satu petugas polisi tewas dalam konflik etnis terbaru di wilayah Amhara, Ethiopia, kata para pejabat hari Senin (19/4). Dikatakan bahwa jumlah korban dalam konflik itu sebenarnya sudah mencapai ratusan orang.
Lusinan rumah terbakar habis dan ribuan warga sipil mengungsi sejak hari Rabu. Banyak dari mereka sekarang berkerumun di sekolah dan stadion, kata para pejabat.
Militer Ethiopia mengatakan pada Minggu (18/4) bahwa pihaknya mengirim pasukan untuk mencoba menenangkan situasi. Konflik itu meningkatkan kekhawatiran keamanan menjelang pemilihan nasional yang direncanakan pada awal Juni.
Wilayah Amhara didominasi oleh kelompok etnis Amhara, etnis terbesar kedua di Ethiopia.
Kekerasan di sana telah melanda zona Shoa Utara dan zona khusus Oromo, yang terakhir dihuni oleh suku Oromos, kelompok terbesar di negara itu.
Kepala ombudsman Ethiopia, Endale Haile, mengatakan kepada AFP awal bulan ini bahwa kekerasan di Amhara telah menewaskan lebih dari 300 orang selama beberapa hari di bulan Maret. Setelah beberapa saat tenang, konflik itu berkobar lagi pekan lalu.
"Pada babak kedua ini, saya telah merawat lebih dari 30 orang yang luka, dan lebih dari 10 orang tewas," kata Wondwossen Zeleke, seorang pejabat kesehatan di distrik North Shoa di Antsokia, kepada AFP, hari Senin.
"Saya melihat pembunuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya, pemindahan, dan pembakaran rumah secara massal. Semua korban itu adalah akibat embakan," katanya.
Teshome Yilma, administrator kota Majete di Shoa Utara, mengatakan kepada AFP sedikitnya empat petani tewas di satu daerah dan seorang petugas polisi ditembak mati dalam insiden terpisah.
Kedua pejabat tersebut mengatakan mereka memperkirakan data jumlah korban sebenarnya akan jauh lebih banyak setelah komunikasi sepenuhnya pulih di daerah tersebut.
Mereka menuding kekerasan setidaknya sebagian pada kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Oromo (OLA). Namun juru bicara OLA, Odaa Tarbii, mengatakan kepada AFP bahwa kelompoknya tidak hadir di daerah tersebut dan menolak klaim tersebut sebagai dalih untuk mengusir Oromos dari Amhara.
Tekanan pada Perdana Menteri Abiy Ahmed
Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengatasi kekerasan.
Gerakan Nasional untuk Amhara, sebuah partai politik oposisi, pada hari Senin (19/4) mengkritik tanggapannya dan mengatakan pasukan khusus Amhara harus diberdayakan untuk melindungi warga sipil di daerah yang terkena dampak.
"Sepertinya pemerintah mencegah pasukan khusus Amhara beroperasi secara bebas di daerah itu untuk menjatuhkan penjahat bersenjata," kata Dessalegn Chanie, seorang anggota senior partai, kepada AFP. Dia mengatakan bahwa dia tidak mempercayai militer untuk memulihkan ketertiban. .
Abiy berkuasa pada tahun 2018 setelah beberapa tahun protes anti pemerintah yang dilakukan oleh pemuda Amhara dan Oromo. Tetapi masa jabatannya telah dirusak oleh kekerasan etnis, dan analis memperingatkan bahwa pemilihan nasional yang dijadwalkan pada 5 Juni dapat membawa ketidakamanan lebih lanjut.
Editor : Sabar Subekti
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...