Konflik Pertambangan, Masyarakat Motoling Picuan Terus Jadi Sasaran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Enam orang anggota masyarakat adat Motoling Picuan ditahan polisi karena konflik dengan perusahaan tambang emas PT Sumber Energi Jaya yang beroperasi di wilayah adat Desa Picuan, Motoling Timur, Minahasa Selatan. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam siaran persnya di Jakarta pada Senin (13/1) menyebutkan bahwa lima orang di antaranya telah ditangkap sejak Rabu sore (8/1).
Perusahaan emas PT Sumber Energi Jaya beroperasi di wilayah adat Desa Picuan, Motoling Timur, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara sejak 2012. Perusahaan ini mengantongi Surat Keputusan (SK) Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010 dalam izin usaha pertambangannya dengan durasi kontrak 20 tahun. Tetapi masyarakat adat Motoling Picuan terus menyuarakan penolakannya sejak SK itu diterbitkan.
Perusahaan tambang emas ini mengancam pertambangan rakyat yang berlangsung sejak 1990. Penambangan tradisional ini sebelumnya telah mendapat izin resmi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No 673K/20.01/DJP/1998 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat untuk Bahan Galian Emas di daerah Alason dan Ranoyapo, Kab. Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
Laporan AMAN Sulawesi Utara dan beberapa organisasi masyarakat sipil pada 7 Juni 2012 mencatat pelbagai tindak kekerasan aparat kepolisian yang berpihak pada PT Sumber Energi Jaya. Pada 22 Maret 2012, polisi menangkap Pendeta Edison Kesek yang dituduh sebagai penambang ilegal dan pemimpin perlawanan terhadap pertambangan.
Pada 26 Mei 2012, polisi melakukan pemeriksaan di Motoling Picuan dan menembak dua orang. Hautri Marentek tertembak di lengan saat memanjat pohon kelapa milik warga dan Leri Sumolang tertembak di paha saat berada di kebun miliknya sendiri.
Pada 4 Juni 2012, Polres Minahasa Selatan menggeledah rumah warga Motoling Picuan dengan alasan mencari para pemuda. Aparat dilaporkan memukul Fredi Lendo di bagian pelipis dan belakang pinggang sehingga harus dirawat di Rumah Sakit Amurang sebelum kemudian dirujuk ke rumah sakit di Manado.
Di penggeledahan tersebut, aparat juga dilaporkan menembak John Aringking di bagian kepala. Korban diselamatkan oleh warga yang membawanya ke Rumah Hukum Tua (kepala desa). John dibawa ke Rumah Sakit Amurang lalu dirujuk ke Rumah Sakit Prof. Kandou Malalayang Kota Manado.
Dilaporkan juga bahwa kepolisian melakukan penembakan pada 5 Juni 2012 yang melukai dua orang. Deni tertembak di pinggang kiri dan Roy Sumampouw di kaki kanan.
Kasus ini hanyalah puncak gunung es kekerasan terhadap masyarakat adat yang dilakukan aparat negara yang berpihak pada korporasi.
Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan mengatakan, “Kami menuntut agar Polres Minahasa Selatan menghentikan kekerasan terhadap masyarakat adat Motoling Picuan. Mau berapa banyak lagi darah yang tertumpah di nusantara ini karena aparatnya malah membela korporasi?”
Abdon menambahkan, sudah saatnya Indonesia memiliki undang-undang yang melindungi masyarakat adat, termasuk dari kekerasan aparat negara.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...