Kongres Libya Pilih Perdana Menteri Baru
TRIPOLI, SATUHARAPAN.COM â Kongres nasional Libya akan melakukan pemungutan suara akhir untuk memilih perdana menteri baru pada Minggu (4/5) setelah bentrokan terjadi ketika beberapa orang menabrak gedung parlemen negara tersebut di Tripoli selama dua putaran sebelum pemungutan suara dilakukan.
Sebanyak 200 anggota kongres nasional umum (GNC) akan memilih pemimpin baru negara tersebut pada Minggu (4/5). Negara ini sedang dipimpin oleh pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdullah al-Thinni setelah pemecatan mantan Perdana Menteri Ali Zeidan pada Maret lalu.
Pemilihan tersebut dilakukan setelah Thinni menolak untuk melanjutkan kepemimpinannya. Dia menawarakan pengunduran dirinya pada 13 April 2014 lalu dan mengatakan bahwa dia dan keluarganya berada di bawah serangan ancaman sebelumnya di tempat tinggal mereka dan dia tidak lagi bisa membiarkan orang yang tidak bersalah menjadi korban.
Putaran pertama pemungutan suara pekan lalu menghasilkan sembilan kandidat. Dua kandidat dengan penilaian tertinggi adalah pengusaha Ahmed El Metig, seorang lulusan Harvard dan Omar al-Hassy, seorang pengacara dan profesor di sebuah universitas. Mereka akan saling berhadapan di putaran kedua.
âKita hidup dalam kekacauan. Saya tidak peduli siapa yang menang tapi dia harus membangun kembali tentara dan polisi. Tidak ada cara lain untuk mengembangkan negara tanpa terlebih dahulu menciptakan stabilitas di jalan-jalan,â kata Hamid Ben Ashour, salah seorang penduduk Tripoli.
Putaran kedua pemungutan suara ditunda dua kali setelah gedung GNC diserang oleh beberapa orang selama putaran pemungutan suara dilakukan.
Beberapa penjaga keamanan terluka dan beberapa anggota GNC menuduh pendukung Hassy atas serangan ini tapi dia membantahnya.
âKami tidak ingin membangun kembali negara ini dengan senjata. Ini bukan cara saya. Semua bisa dilihat dari karir saya. Saya seorang pengacara dan dosen di universitas, saya berkhotbah hidup berdampingan secara damai dan demokrasi. Saya tidak ada hubungannya dengan insiden itu,â katanya.
Undang-undang pemilihan membutuhkan kandidat dengan mengumpulkan setidaknya 120 dari 200 suara. Para analis mengatakan sangat sulit untuk mencapai konsesus tersebut.
âDeklarasi konstitusional membantu mayoritas bahwa dengan 50 orang ditambah satu disitulah tujuan konstitusional. Tapi ini adalah kesepakatan antara anggota GNC yang sulit. Mereka tidak memiliki pilihan di depan anggota GNC. Tidak ada cara lain kecuali menerima deklarasi konstitusional,â kata Mohamed Balkheir, seorang peneliti politik.
Jika GNC gagal untuk memilih pemenangnya secara langsung, pemerintah sementara akan diberikan lebih banyak kekuatan dan diminta untuk terus memerintah secara permanen. (AP/Aljazeera.com)
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...