Konrad Raiser: Gereja Harus Menemani Pertarungan Internal Kaum Muslim
BUSAN, SATUHARAPAN.COM – Jika kita mengamati pergolakan yang sekarang terjadi di wilayah Timur Tengah dan di wilayah-wilayah Islam lainnya, maka apa yang sedang terjadi sebenarnya merupakan pertarungan internal di dalam tubuh masyarakat Muslim sendiri. Dan gereja-gereja harus menemani pertarungan itu.
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Konrad Raiser, teolog Jerman dan mantan Sekretaris Jenderal Dewan Gereja-gereja Dunia (World Council of Churches / WCC) yang datang untuk meluncurkan buku barunya, Religion, Power, Politics di gerai WCC di kompleks Madang, saat Sidang Raya ke-X WCC berlangsung di Busan, Korea Selatan.
“Saya kira itu merupakan kewajiban gereja dan umat Kristen, yakni menemani kaum Muslim dalam pertarungan internal mereka, alih-alih mencap mereka sebagai ‘fundamentalis’ yang hanya akan makin menyisihkan mereka,” kata Raiser di hadapan sekitar 30 orang yang datang.
“Pertarungan internal itu, setahu saya, sudah berlangsung sejak abad ke-19 ketika Islam ditantang oleh masuknya pengaruh dunia modern ke dalam kehidupan sehari-hari,” kata dia sebagaimana dilaporkan wartawan satuharapan.com, Trisno S. Sutanto dari Busan, Korea Selatan.
Pengalaman Indonesia
Ketika ditanya lebih lanjut oleh satuharapan.com mengenai bagaimana sebaiknya proses menemani itu dilakukan, Raiser mengambil contoh pengalaman di Indonesia. “Saya pernah mengunjungi negara Anda dan bertemu alm. Presiden Abdurrahman Wahid maupun tokoh-tokoh dari gereja di Indonesia,” kata dia.
“Dan saya melihat, kerja sama yang sudah dibangun di Indonesia dalam mengembangkan civil society di mana alm. Presiden Wahid jadi salah satu tokoh utamanya, merupakan model yang sangat penting,” kata dia menagaskan.
“Dan negara Anda memiliki Pancasila yang, bagi saya, seperti sebuah civil religion yang dapat menaungi semua agama dan kepercayaan,” lanjut Raiser. “Itu sangat mengesankan bagi saya dan merupakan sumbangan penting yang dapat memberi kerangka bagaimana agama-agama, termasuk di dalamnya gereja, saling bekerja sama secara positif.”
Walau begitu, teolog yang pernah dua periode menjabat sebagai Sekjen WCC itu (1993 – 2003) melihat, visi tradisional oikoumene sebagai gerakan antar-gereja tidak dapat serta merta digantikan oleh gerakan antar-iman.
“Keduanya berbeda, walau kerap saling tumpang tindih,” ujar Raiser. “Dalam melakukan misinya, gereja-gereja memang perlu mengajak dan melibatkan komunitas iman lainnya. Namun oikoumene secara tradisional masih diperlukan.”
“Saya melihat justru sekarang ini persoalan-persoalan oikoumene kembali pada dialog dan hubungan antar-gereja,” lanjutnya. “Dialog itu masih sangat diperlukan. Sebenarnya masih banyak urusan yang belum selesai di dalam rumahtangga gereja.”
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...