Konsumsi Minuman Bersoda pada Anak-anak Terkait Perilaku Agresif
TORONTO, SATUHARAPAN.COM – Konsumsi berat minuman bersoda terkait dengan perkelahian dan perilaku destruktif lainnya. Minum beberapa porsi soda dalam sehari berhubungan dengan perilaku bermasalah seperti agresif, berdasarkan kesimpulan dari sebuah penelitian anak-anak prasekolah.
Ketika peneliti melilhat pada 2.929 anak-anak di Amerika Serikat, mereka menemukan 43 persen orangtua mengatakan anak mereka setidaknya minum satu porsi minuman bersoda sehari, dan empat persen minum empat atau lebih porsi dalam sehari.
“Dalam sampel besar anak-anak perkotaan AS usia lima tahun, kami menemukan hubungan yang kuat dan konsisten antara konsumsi minuman bersoda dengan berbagai masalah perilaku, konsisten dengan penemuan penelitian sebelumnya pada remaja,” ungkap Shakira Suglia dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Columbia di New York, bersama rekan penulisnya menyimpulkan dalam Journal of Pediatrics edisi Jumat.
Perilaku Agresif
Anak-anak yang mengkonsumsi empat porsi atau lebih minuman bersoda per hari dua kali lebih mungkin untuk merusak benda milik orang lain, terlibat dalam perkelahian fisik dan menyerang orang dibandingkan dengan anak-anak yang tidak minum soda.
Minum empat porsi minuman ringan terkait dengan peningkatan perilaku agresif, bahkan setelah memperhitungkan faktor seperti menonton televisi, konsumsi permen, depresi dan kekerasan pada pasangan intim.
Peneliti menjelaskan mereka tidak tahu hubungan yang seperti apakah sebab dan dampak antara minum bersoda dengan perilaku agresif tersebut.
Para peneliti tidak memiliki informasi tentang jenis soda apa yang dikonsumsi, seperti minuman bersoda biasa atau jenis diet, berkafein atau tanpa kafein. Baik kafein maupun gula merupakan mekanisme potensial, kata Suglia. Kafein berhubungan dengan perilaku impulsif pada anak-anak dan remaja, ia menambahkan.
Ahli gizi Prof. Katherine Gray Donald dari McGill University di Montreal mengatakan, “Kita melihat hanya tiga kelompok anak-anak yang mengkonsumsi gula yaitu tingkat rendah, menengah dan tinggi. Asupan gula yang naik, maka jumlah zat nutrisi lain menurun secara teratur,” kata Gray Donald.
“Kami tidak tahu apakah dalam populasi yang lebih luas lagi mungkin menemukan anak-anak yang benar-benar kehilangan beberapa nutrisi yang sangat penting bagi perkembangan mereka. Hal ini sulit untuk diungkapkan.”
Ada juga kemungkinan bahwa ketika peneliti mencoba untuk menemukan hal-hal yang penting, mereka tidak bisa sepenuhnya mengontrol variabel lingkungan rumah, misalnya pengasuhan dari orangtua.
Penelitian Kesejahteraan Anak ini didanai oleh Institut National Kesehatan Anak dan Pengembangan Manusia Amerika Serikat.
Editor : Sabar Subekti
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...